Header Ads

Mengapa Perempuan Bali Tempo Dulu Bertelanjang Dada?

Dari sejumlah foto, lukisan, gambar, dan film, kita dapat melihat bahwa peremuan Bali tempo dulu bertelanjang dada. Biasanya mereka menggunakan kain untuk menutupi bagian pinggang ke bawah, namun bagian pinggang ke atas dibiarkan terbuka. 
Kebiasaan wanita Bali yang
bertelanjang dada itu konon untuk membuktikan suatu kejujuran. 


Menurut I Nyoman Wijaya, sejarawan dari Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, Denpasar, pada tahun 1929 masih banyak terdapat wanita Bali bertelanjang dada di muka umum.
Namun, kesengajaan wanita Bali bertelanjang dada itu mempunyai arti khusus secara kultural. Bertelanjang dada bagi wanita Bali zaman dulu sebagai sebuah ekspresi kejujuran.
Ia menjelaskan, dengan bertelanjang dada tersebut, wanita dapat menjaga apa yang mereka miliki. 
“Barang siapa yang bisa menjaga barang paling terlarang tetapi mahal, itu akan dapat menjaga dirinya sendiri dan tidak membiarkan dirinya diganggu orang lain,” jelas I Nyoman Wijaya.
Melalui kejujuran yang diperlihatkan dengan dada terbuka itulah, para wanita Bali kala itu akan bisa memperoleh kepercayaan dari orang lain. 
“Sebab jika buah yang dilarang itu tidak pernah disentuh, ia tidak akan layu. Jika buah itu masih segar, maka pemilik buah itu akan masih bisa dipercaya,” jelas Wijaya.
Pada masa kolonial Belanda lalu, kebiasaan wanita Bali telanjang dada ini ternyata banyak mendapat perhatian. Buktinya, jika menelusuri dokumen-dokumen foto peninggalan masa kolonial Belanda, banyak ditemukan foto-foto wanita Bali yang bertelanjang dada.
Dalam dokumen KITLV misalnya, banyak ditemukan foto-foto aktivitas wanita Bali saat berdagang, menjalankan ritual keagamaan, maupun aktivitas lain di muka umum. 

Selain banyak terdapat dokumen foto wanita Bali bertelanjang dada, ada juga dokumen video yang merekam wanita Bali telanjang dada. Dokumen video itu bisa ditemukan dalam arsip dokumentasi Michael Rogge, seorang warga Belanda. Arsip video wanita Bali bertelanjang dada yang disimpan Michael Rogge diperoleh dari orang tuanya, yang pada era kolonial Belanda lalu pernah keliling Indonesia.
Namun, seiring dengan jalannya waktu, budaya wanita Bali bertelanjang dada itu akhirnya hilang perlahan-lahan, setelah para wanita Bali banyak yang bersekolah ke luar daerah. 
Mereka yang ikut gerakan bersekolah ke luar Bali, seperti ke Probolinggo, Jawa Timur, ketika pulang mulai membuat penyadaran, khusunya tentang cara berpakaian, termasuk membuat kursus-kursus menjahit kebaya yang lengkap dengan penutup dada ala wanita Jawa.
(Foto-foto lain bisa diklik di sini)
Penulis : Thomas Koten
Editor : Y.C Kurniantoro
Sumber : Dari berbagai sumber

No comments

Powered by Blogger.