Header Ads

Telaah atas Imperialisme, Sejarah, Penulisan, dan Teori Linda Tihuwai Smith Oleh Kuncoro Hadi

Linda T Smith mencoba menggugat barat dalam kehadirannya di dunia timur. Dalam Dekolonisasi Metodologi, Linda berusaha untuk melihat kembali Imperialisme dan kolonialisme dalam sudut pandang orang-orang terjajah. Dalam bab pertamanya, ia berusaha kembali mengingatkan tentang permulaan kedatangan bangsa-bangsa barat ke dunia “baru”, sesuai cara pandang barat, dan kemudian mengkritiknya. Kedatangan orang-orang Barat dan perjumpaan mereka dengan orang-orang “dunia baru” sering dikisahkan dengan penuh nuansa heroik dan romantik. Para penemu dan penjelajah seringkali digambarkan sebagai pahlawan, orang besar dan celakanya hal itu terkadang masih terus ditanamkan dalam benak kaum terjajah. Linda menyebutkan contoh tentang diri Christopher Columbus, yang memang dalam bingkai imperialisme selalu dianggap sebagai pahlawan. Benarkah demikian?tentu saja tidak.

Pemaknaan atas Columbus juga tokoh-tokoh lain, bagi dunia orang-orang terjajah tentu berbeda dengan cara pandang barat, cara pandang orientalis. Kedatangan Imperialisme Barat ke “dunia baru”, telah mengubah kehidupan orang-orang dari “dunia baru” itu, bahkan tersadari atau tidak, terkadang muncul pemaksaan dalam perubahan itu. Dalam kenyataannya Imperialisme memang telah membawa petaka: penaklukan, perampasan, dan eksploitasi. Hingga akhirnya Imperalisme melahirkan kolonialisme, dimana Eropa menjadi pemegang kendali atas “dunia baru”, dunia orang-orang terjajah. Mereka mampu membangun sistem penundukan yang luar biasa, hingga muncul pemahaman bahwa Eropa menjadi komunitas unggul dan bangsa-bangsa terjajah menjadi orang-orang lemah.

Dalam sejarah, Imperalisme hingga Kolonialisme telah mencengkeram “dunia baru” dengan begitu kuat. Barat kemudian telah menciptakan sistem cultural bahkan intelektual sesuai model mereka. Di Hindia Belanda, muncul politik etis di awal abad 20, yang salah satu agendanya adalah pendidikan dan tentu saja, pendidikan model barat. Segala ilmu pengetahuan barat diberikan bagi kaum pribumi terjajah (meski untuk kaum elit saja).

Pemikiran-pemikiran dan teori-teori barat dijejalkan bagi bangsa terjajah untuk memandang dunia secara universal bahkan untuk mempelajari dunia terjajah itu sendiri. hal ini kemudian membentuk pemahaman bahwa segala ilmu berasal dari Barat. Dalam catatan Syed Farid Alatas dalam Diskursus Alternatif dalam Ilmu Sosial Asia, misalnya menyebutkan bahwa perkembangan ilmu-ilmu sosial dia Asia ditanamkan oleh kolonial Eropa dengan begitu masif. Dengan demikian kesadaran akan perkembangan dan pemikiran ilmu sosial Barat begitu tertanam kuat. Sehingga kaum terdidik pribumi—yang bahkan saat kolonialisme fisik telah hilang—tetap terus mengacu pada tradisi pemikiran dan teori barat, sebagai satu-satunya rujukan yang dianggap valid, saat melakukan telaah-telaah penelitian.

Hal itulah yang kemudian mendapat gugatan Linda dan juga Alatas. Dekolonisasi pengetahuan semestinya dilakukan sebagai bagian dari wacana postkolonial.  Edward Said telah menunjukkan bagaimana orientalisme—terutama dalam ilmu pengetahuan—sesungguhnya merupakan citra kolonial, membingkai “timur” dengan paradigma “barat”. Dengan demikian wacana yang lebih bercita rasa pribumi mestinya dilakukan dengan masif. Misalnya saja Linda membicarakan tentang penulisan sejarah kaum terjajah. Dalam hal ini tentu saja catatan historiografi Indonesia sebagai contoh memberikan satu bukti, tentang pemikiran Indonesiasentrisme untuk mengganti Neerlandosentrisme. Gerakan ini menjadi apa yang disebut Linda sebagai “perebutan sejarah”.

Tetapi Linda juga menambahkan bagaimana seharusnya dekolonisasi itu dilakukan. Bahwa dekolonisasi bukan berarti penolakan habis-habisan terhadap segala teori atau pengetahuan barat, namun lebih menyerupai bagaimana memusatkan perhatian dan pandangan dunia terjajah, kemudian mencari tahu dan memahami teori maupun perspektif bangsa terjajah untuk bangsa terjajah sendiri. Dalam konteks ini, pemikiran Alatas perlu dicermati bahwa pembalikan atas orientalisme justru akan memunculkan apa yang disebut dengan nativis, dimana sudut pandang pribumi menjadi kriteria penilaian terhadap deskripsi dan analisis. Sehingga jika itu dilakukan, bisa jadi akan memunculkan penolakan yang nyaris total terhadap pengetahuan barat. maka Alatas mengusulkan pandangan yang lebih netral. Dalam konteks ilmu-ilmu sosial, Alatas memunculkan konsep otonomi. Ia menyebut ilmu sosial otonom yang didefinisikan sebagai tradisi yang mandiri merumuskan masalah, menciptakan konsep dan secara kreatif menerapkan metodologi tanpa didominasi secara intelektual oleh tradisi lain. Salah satu contoh yang menarik adalah, misalnya saja, antropolog Bali Degung Santikarma, menggunakan kasanah kebudayaan bali untuk menjelaskan konsep-konsep universal dalam sejarah dan ilmu sosial. Seperti catatannya “Menulis sejarah dan membaca kuasa: politik pasca-1965 di Bali” dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Ia misalnya menggunakan konsep Uning untuk menjelaskan pengetahuan (knowledge) yang memiliki otoritas, sementara ingatan (memory) yang terkadang dalam posisi biner, disebut dengan konsep Eling. Dua konsep yang memiliki akar budaya Degung sendiri, budaya Bali tanpa harus merujuk pada konsep barat, sebagai budaya lain, untuk merumuskan dua hal itu.

Dalam titik awal kedatangan bangsa barat, bangsa Eropa ke “dunia baru”, menarik untuk mencermati pemahaman Jared Diamond dalam bukunya Guns Germs and Steel. Benarkan orang Eropa superior? Sebagai ahli biologi evolusioner, Diamond meyakini bahwa sesungguhnya tidak ada ras yang superior secara genetis. Kedatangan mereka (Eropa) ke dunia baru membawa kerusakan yang parah, karena kekerasan yang mereka lakukan tidak hanya terjadi dengan senjata tetapi juga dengan kuman penyakit. Catatan Diamond menyebut tentang orang-orang Eropa dibawah Francisco Pizarro yang datang ke benua Amerika lalu menundukan bangsa Inca, telah menyebarkan virus flu hingga membuat orang-orang Inca mati. Hal ini juga yang ditunjukkan Linda atas ekspedisi James Cook ke wilayah pasifik yang serta merta membawa wabah sampar yang mematikan bagi pribumi setiap pulau yang mereka singgahi.

No comments

Powered by Blogger.