Islam Translated (Review dari Aan Budianto)
Dari Ronit Ricci, Islam Translated:
Sastra, Konversi, dan Kosmopolis Arab di Asia Selatan dan Asia Tenggara .
tebal: 313 halaman.
Mata Kuliah Historiografi, Pascasarjana UGM 2013
Dalam buku Islam transmiter ini Ronit Ricci
mulai memberikan sebuah gambaran tentang metode baru dalam sejarah yaitu
penerjemahan naskah. Kajian utama yang ada di buku ini berkaitan tentang
persebaran naskah Islam dari wilayah Arab ke daerah bagian Asia Selatan dan
Asia Tenggara yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda, baik dari segi
kepercayaan maupun bahasa, selain itu juga letak geografis yang cukup jauh
antara Timur Tengah dengan Asia Selatan dan tenggara. Yang menarik adalah letak
yang cukup jauh serta latar belakang budaya yang berbeda di Asia selatan dan
Asia tenggara tersebut ternyata tidak menghalangi Islam untuk tersebar luas
didaerah itu. Terbukti dengan banyaknya penganut islam yang cukup banyak di
kedua wilayah ini. Selain itu sarana penyebaran Islam yang bukan hanya melalui
ulama atau penyebar agama, perdagangan serta perkawinan, namun Islam pun
tersebar melalui naskah-naskah islami yang diterjemahkan ke dalam bahasa lokal
sehingga mudah melebur dengan budaya lokal dan mudah dipelajari. Ini menunjukan
adanya kosmopolis Arab di wilayah Asia tenggara dan Asia selatan.
Naskah yang menjadi bahan kajian
penelitian dari Ronit Ricci adalah Kitab
Seribu Pertanyaan yang bersumber dari Arab yang telah diterjemahkan dan
diadaptasi ke dalam bahasa Jawa, Melayu dan Tamil antara abad 16 hingga abad
20. Penelitian yang dilakukan oleh Ronit Ricci ini tujuanya untuk melihat
adanya hubungan antara Islamisasi dan transformasi sastra dan linguistik.
Pada bab 3, Ronit Ricci memfokuskan
pembahasanya pada transformasi naskah Kitab Seribu Pertanyaan yang bergenre
Jawa, yaitu "suluk", yang berarti "melintasi jalan
sufi") dari penerjemahan Kitab (Serat Samud dan variannya), yang
ditulis kedalam aksara Jawa atau Arab
jawa (pegon[1]),
yang menekankan ajaran-ajaran mistis yang penting bagi Islam Jawa.
Pada versi aslinya yang berasal
dari arab Ceritanya mengenai seorang pandhita Yahudi bernama Samud Ibnu Salam
yang berdialog dengan nabi Muhammad di Negara Arab pada jaman dulu. Dalam
dialog itu Ibnu Salam banyak bertanya mengenai macam-macam hal, termasuk
ibadat, solat, mistisisme, biografi nabi-nabi yang mendahului nabi Muhammad dan
lain-lain. Jika Nabi Muhammad mampu
menjawabnya dengan benar dan sesuai dengan kitab Taurat yang merupakan kitab
orang-orang yahudi, maka Samud Ibnu Salam selaku perawkilan kaum yahudi
menyatakan akan masuk Islam mengikuti ajaran nabi Muhammad. Oleh karena nabi
Muhammad mampu menjawab semua pertanyaanya, maka Ibnu Salam bersama semua
pengikutnya pada akhir ceritanya memeluk agama Islam.
Cerita tentang Seribu Pertanyaan antara Samud dan Nabi
muhammad ini mengalami penerjemahan ke dalam bahasa Jawa sekitar abad ke-17
yang berasal dari bahasa Arab. Di Nusantara versinya banyak, termasuk dalam
bahasa Melayu, Bugis, Arab dan Makassar. Dari sumber-sumber yang dikumpulkan
oleh Ronit Ricci bahwa serat samud yang ada di Nusantara paling tidak terdapat
25 naskah. Kalau dibandingkan dengan tradisi tekstual yang lain jumlah varian
dari serat samud ini cukup banyak, dan ini bisa dipahami sebagai bukti bahwa
Serat Samud memang dianggap penting oleh masyarakat Jawa dulu.
Menurut Ronit Ricci dengan
membaca serat samud yang ada diberbagai versi di Nusantara ini bisa tahu
bagaimana proses terjemahan dan akomodasi yang terjadi waktu teks Arab sampai
ke Jawa dan dimasukkan ke dalam sastra lokal. Berhubungan dengan tema yang
menarik ini, Serat Samud disalin dan dibaca di lingkungan istana Jawa, termasuk
Keraton Surakarta and Kadipaten Pakualaman. Kemungkinanya besar bahwa naskah
Samud yang lain, yang sekarang disimpan di PNRI, perpustakaan UI, Leiden dan
lain-lain berasal dari lingkungan itu, walaupun hal ini tidak disebut secara
eksplisit di dalam naskah itu. Dari sisi lain, jelas juga bahwa banyak naskah
Serat Samud disalin di luar keraton dan istana, di desa dan di pesantren.
Melihat hal ini menarik dirumuskan ide-ide kita mengenai ada tidaknya semacam
batasan antara keraton dan non-keraton di Jawa selama abad delapan dan sembilan
belas.
Pada perkembangannya cerita Seribu Pertanyaan ini dalam proses
penerjemahanya banyak mengalami perubahan di Jawa. Seperti yang disajikan oleh
Ronit Ricci tentang serat samud yang pada awal perubahan penerjemahan berganti
cerita bukan tentang nabi dengan yahudi, tapi berganti menjadi seorang Guru
dengan muridya yang bertanya seputar agama[2].
Ada juga penambahan tema tentang gamelan pada versi lainya. Menurut Ronit Ricci
perubahan ini terjadi sebagai sebuah penyajian alternatif berupa
reaktualiasasi, diskusi konversi yang menyiratkan signifikansi perubahan. Tidak
lagi cerita menggambarkan kompetisi historis antara Islam dan Yahudi, namun
telah dikonversi dengan rekonseptualisasi sebagai pergeseran narasi yang
bergeser ke intra islam di Jawa. Perubahan ini bisa dipengaruhi oleh pergolokan
sosial ekonomi dan otoritas tradisional pada abad 19.
Perubahan narasi terjadi
beberapa kali hingga menjadi tentang guru, murid dan sebuah tantangan yang
mereka hadapi. Ini terpengaruh oleh kehidupan sosial masyarakat lingkungan
kraton dan pesantren dengan munculnya kaum sufi, yaitu golongan yang ingin
memurnikan islam kembali sesuai dengan asalnya dari Arab yang terlepas dari
budaya tambahan. Perkembangan pengaruh sufi ini di akhir abad 19 yang fokus
pada ritual dan hukum islam sehingga narasi samud ini pun lebih pada pemurnian
ajaran Islam. Menurut Ronit Ricci dalam kesimpulanya ini merupakan sebuah
konversi narasi yang menyesuaikan dengan kondisi dan culture budaya setempat sebagai sebuah adaptasi budaya.
Tambahan pasca Kuliah Historiografi:
setelah melihat konteks dari penerbitan Serat Samud ini adalah untuk menangkis adanya budaya ketika dimasa kasunan Pakualam bahwa banyak sekali para priyai yang condong ke Barat dan memeluk agama barat yaitu Nashrani. penulis serat Samud ingin menunjukan bahwa Islam tetap lebih baik dari Nashrani dengan jalan cerita dalam serat tersebut yang menunjukan bahwa Yahudi saja masuk Islam.
Tambahan pasca Kuliah Historiografi:
setelah melihat konteks dari penerbitan Serat Samud ini adalah untuk menangkis adanya budaya ketika dimasa kasunan Pakualam bahwa banyak sekali para priyai yang condong ke Barat dan memeluk agama barat yaitu Nashrani. penulis serat Samud ingin menunjukan bahwa Islam tetap lebih baik dari Nashrani dengan jalan cerita dalam serat tersebut yang menunjukan bahwa Yahudi saja masuk Islam.
[1] Huruf Pegon
adalah huruf Arab
yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa
juga Bahasa
Sunda. Kata Pegon konon berasal dari bahasa Jawa pégo yang berarti
menyimpang. Sebab bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap sesuatu
yang tidak lazim (wikipedia)
[2] Dalam Soeloek
Ngabdoelsalam
Post a Comment