Review: Textual Empires (Mary Chaterine Quilty) oleh Mustofa
Jurusan:
S-2 Ilmu sejarah FIB UGM
Matkul:
Historiografi
Mary Catherine Quilty dalam bukunya “Textual Empire ” ini mencoba menganalisis beberapa karya yang
ditulis para pejabat Belanda tentang perkembangan sosial dan budaya Masyarakat
Indonesia pada zaman kolonial Belanda, analisis tersebut dilakukan dengan
metode pendekatan komparatif. Ia menganalisis tulisan ketiga tokoh ini seperti:
Raffless, Marsden, dan Crawfurd kemudian membandingkannya satu dengan yang lain
dan menjelaskan kembali, serta memberi kritik terhadap tulisan tersebut.
Raffles, Marsden, dan Crawfurd menulis tentang Indonesia. Karya Raffles tentang
History Of Java, Marsden mengenai
sejarah Sumatra pada 1783, dan Crawfurd History
Of Indian Archipelago 1820. Mary
menyatakan bahwa dibandingkan karya Marsden hasil tulisan Raffles dan Crawfurd
telah memberi masukan yang dalam terhadap sejarah. Selain itu Mary melihat ada
tumpang tindih dari hasil tulisan ketiga tokoh ini dalam upaya mengklasifikasi
dan menjelaskan yang mereka teliti.
Tidak bisa dimungkiri bahwa penulisan sejarah tidak terlepas
dari subyektifitas penulis.
Hal tersebut juga terjadi pada ketiga tokoh ini. Raffles, Marsden, dan Crawfurd adalah pejabat Belanda yang bertugas untuk memberikan informasi kepada negara induk tentang kondisi masyarakat dan kondisi geografis Indonesia. Maka karya-karya mereka akan dibangun dengan kerangka politis. Mereka menulis tentang sejarah Indonesia misi utamanya adalah untuk kepentingan Belanda, Menurut Mary secara umum untuk melegitimasi dominasi Eropa di Asia Tenggara. Kemudian ketiga tokoh ini menggunakan teori yang diciptakan oleh Dugald Stewart pada 1793 tentang sejarah dugaan. Menurut mereka tidak terjadi kontradiksi antara dugaan/opini dengan fakta, bahkan dalam kondisi kekurangan data untuk melengkapi sebuah tulisan tentang bangsa-bangsa Asia Tenggra dugaan menjadi bingkai penyempurna. Menurut Pateman sejarah dugaan atau Conjectural Histories dengan kekuatan exsplanatory mampu menjelaskan sebuah otoritas tertentu, misalnya “mengapa beberapa orang dapat memerintah orang lain”.
Hal tersebut juga terjadi pada ketiga tokoh ini. Raffles, Marsden, dan Crawfurd adalah pejabat Belanda yang bertugas untuk memberikan informasi kepada negara induk tentang kondisi masyarakat dan kondisi geografis Indonesia. Maka karya-karya mereka akan dibangun dengan kerangka politis. Mereka menulis tentang sejarah Indonesia misi utamanya adalah untuk kepentingan Belanda, Menurut Mary secara umum untuk melegitimasi dominasi Eropa di Asia Tenggara. Kemudian ketiga tokoh ini menggunakan teori yang diciptakan oleh Dugald Stewart pada 1793 tentang sejarah dugaan. Menurut mereka tidak terjadi kontradiksi antara dugaan/opini dengan fakta, bahkan dalam kondisi kekurangan data untuk melengkapi sebuah tulisan tentang bangsa-bangsa Asia Tenggra dugaan menjadi bingkai penyempurna. Menurut Pateman sejarah dugaan atau Conjectural Histories dengan kekuatan exsplanatory mampu menjelaskan sebuah otoritas tertentu, misalnya “mengapa beberapa orang dapat memerintah orang lain”.
Historiografi memiliki unsur subyektitas yang tidak bisa
dihilangkan, namun obyektifitas menjadi hal yang sangat penting, setiap tulisan
pasti dipengaruhi latar belakang, karakter, dan ideologi penulis. Dari segi
nilai atau value karya Raffles, Marsden, dan Crawfud sangat dipengaruhi
oleh nasionalisme mereka sebagai bangsa Belanda yang sedang menjajah, apalagi
misi penulisan tentang keadaan masyarakat dan geografis Indonesia sebagai
informasi rekomendasi kepada negara induk bahwa Indonesia layak untuk
dipertahankan dan dikembangkan. Terbukti hal tersebut dalam halaman 49 Mary
menyatakan dengan jelas “Marsden, Raffles, adan Crawfurd used
conjectural histories to legitimate increasing European dominance in southeast
Asia”.
Dalam karyanya Marsden tentang Sumatra ada unsur moral
judgment yang dialukakan oleh Marsden dalam upaya mengamati masyarakat
dan kebudayaan di Sumatra. Marsden menjustifikasi bahwa Sumtara telah terkontaminasi
dengan budaya asing, dan telah kehilangan karakter Sumatra asli. Hal tersebut
bisa ditemukan dalam kalimat “The penultimate class of rural Sumatras si
styled by Marsden as the custodians of original Sumatra’: the Sumatra thah has
remained true to ist ancient origins and is untainted by foreign influence”. Marsden juga melakukan generalisasi
terhadap hal yang khusus, ia mengambil contoh Rejang yang dijadikan standar,
meskkipun ia mengetahui bahwa Rejang adalah contoh kecil dalam skala politik di
pulau tersebut. Untuk membenarkan pilihannya Marsden berpendapat bahwa mereka
adalah yang paling tercemar oleh kasus korupsi eksternal.
Mary Chaterine dalam Textual Empire untuk menceritakan
kembali karya ketiga tokoh tersebut melakukan teori komparatif Eksplanatori ia
melakukan banyak perbandingan dari ketiga tulisan tokoh tersebut, kemudian ia
menjelaskan kembali apa yang ditulis dalam karya Raffles, Marsden, dan
Crawfurd. Banyak subtansi tulisan yang dibandingakan oleh Mary dengan cukup gamblang,
ia menunjukkan kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan dari tulisan
tersebut. Teori komparatif tidak asing dalam dunia anthropologi, biasanya teori
ini digunakan dalam membandingkan berpuluh-puluh kebudayaan di dunia seperti
yang biasa dilakukan penganut evolusionisme seperti, L. H. Morgan, E. B. Tylor,
dan yang lainnya. Dalam konteks ini Mary membandingkan tulisan-tulisan ketiga
tokoh tersebut yang menceritakan tentang kondisi masyarakat Indonesia.
Post a Comment