Header Ads

Anthony H. Johns, “The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography” Indira Ardanareswari

NIM             : 13/356082/PSA/7641
Mata Kuliah : Historiografi
Pengampu    : Dr. Sri Margana

Review Artikel:

Tradisi tekstual Jawa tradisional terkadang menjadi sulit dipahami akibat kaburnya batas antara realitas dan mitos. Kesulitan ini khususnya muncul dalam bab pembuka tulisan-tulisan tradisional yang menceritakan awal mula penciptaan dan kedatangan yang seolah hanya bagian imajinasi penulis. Sejarah Melayu, misalnya, menghubungkan penciptaan kerajaan Sriwijaya dengan keberhasilan Alexander Agung, sang Raja Macedonia dalam menaklukan India dan menyusuri pesisir Thailand sampai semenanjung Malaya dan bagian selatan Sumatera. Ia kemudian dikisahkan memiliki anak laki-laki yang nantinya menikahi putri pemimpin setempat. Sejarah Melayu menggunakan unsur genealogi dalam menjelaskan awal berdirinya kerajaan Sriwijaya. Alexander Agung mungkin hanya merupakan simbol legitimasi yang hendak memberitahukan bahwa angin kebudayaan Hindu-Buddha berhembus dari arah kedatangan Alexander seperti yang dikisahkan, juga bahwa Malaka adalah pendiri Sriwijaya. Simbol-simbol tersebut memerlukan adanya interpretasi untuk mencari fakta, karena folklore yang menjadi bagian mitos merupakan simbol dari realitas atau kekinian dari peristiwa masa lalu, sehingga baik Sejarah Melayu, Babad Tanah Jawi dan Pararaton dapat dikategorikan sebagai historiogradi tradisional. Dalam tulisannya, Anthony H. Johns mencoba menginterpertasikan dan mencari perbedaan antara Pararaton dan Babad Tanah Jawi dalam konteks historiografi tradisional Jawa.
Bagian awal Pararaton mengkisahkan tentang masa muda Ken Arok, sebelum ia menjadi raja Singasari. Sebelumnya Ken Arok diceritakan telah mengalami reinkarnasi demi menyelematkan jiwa lain. Ia terlahir kembali menjadi anak petani, namun dicampakan ibunya di atas makan ayahnya yang baru saja meninggal, kisah ini merupakan simbolis dari tradisi megalit yang telah lama hidup dalam budaya Jawa kuno. Ia kemudian ditemukan dan dibesarkan oleh Ki Lembong dan menjadi pencuri. Meski demikian takdir Ken Arok telah ditentukan bahwa kelak ia akan menjadi raja Singasari dan menurunkan raja-raja Jawa setelahnya. Namun, Ken Arok hanya akan menjadi raja kalau ia membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, karena Ken Dedes diceritakan sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran. Pararaton tidak memulai dengan sesuatu yang ‘luar biasa’, bahkan cenderung jahat. Namun, bukan berarti setelah Ken Arok menjadi raja, simbol kebesarannya baru keluar, karena semasa mudanya Ken Arok diceritakan dibantu oleh kekuatan-kekuatan lain dan keterlibatan dewa-dewa Hindu. Hal tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan sifat kedewaan setelah Ken Arok menjadi raja nantinya. Sifat kedewaan itu adalah apa yang disebut Anthony H. Johns sebagai fungsi cosmic (alam lain) dalam cosmos (alam semesta) sekaligus pusat dari kerajaan. Sehingga simbolisme dalam Pararaton sebenarnya merupakan jembatan antara realitas dan metafisika.
Masa penulisan Babad jauh lebih muda. Babad ditulis pada masa Sultan Agung pada abad ke-17. Puncak kisah Babad ada pada kisah Senopati, kakek dari Sultan Agung dalam membentuk kekuasaan Mataram pada 1582, setelah keruntuhan Majapahit. Transisi kerajaan-kerajaan Jawa dari Hindu-Buddha menuju Islam ini disimbolkan dengan pembukaan Babad menggunakan genealogi gabungan antara kisah nabi Islam dan dewa Hindu. Selain itu transisi itu digambarkan oleh keruntuhan Majapahit dan berdinya Demak sebagai negara Islam yang baru. Dengan tidak melepas keterkaitan antara Majapahit dan Demak lewat keberadaan Raden Patah sebagai anak Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Raden Patah dalam beberapa versi Babad hanya merupakan anak angkat Brawijaya dan diberi wilayah Demak agar tidak memberontak. Seperti halnya Ki Gede Pamanahan dan Sultan Pajang dianggap saudara dengan Sunan Kalijaga sebagai simbol pengunci dalam posisi guru. Senopati, anak Pamahanan kemudian diberikan kepada Jaka Tingkir untuk diadopsi. Ki Gede Pamahaman ternyata merupakan cicit dari Ki Ageng Sela yang membantu Jaka Tingkir naik tahta. Hal ini membuat Ki Ageng Sela menjadi penghubung penting dalam genealogi Senopati sebagai raja nantinya. Kerumitan ini menurut Anthony H. Johns timbul akibat benturan antara mitos dan fakta yang tidak sejalan, sehingga mitos itu justru mengarang fakta. Kecenderungan ini nampaknya timbul akibat adanya nilai-nilai tradisi Jawa yang berlaku mutlak dalam hal genealogi dan pewarisan. Meski Babad agak terkesan membingungkan akibat adanya hubungan tak sedarah antara penguasa lama dan penerusnya, transfer kekuasaan dari Majapahit ke Demak ini sebenarnya menjadi pertanda kemenangan Islam terhadap Hindu, dan menurut Anthony H. Johns hal ini dimaksudkan agar hubungan genealogi tidak terputus.
Babad Tanah Jawi dalam pembentukan organisasi terstruktur sangat berbeda dibanding Pararaton. Genealogi merupakan salah satu unsur organisasi yang terstuktur dalam membangun komplektisitas dalam tradisi penulisan Babad. Batara Brahma yang menurunkan keluarga kerajaan Jawa, yang kemudian menurunkan Pandawa dan menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan di Jawa. Babad sebenarnya dibuat atas dasar misi melegitimasi Senopati dalam fungsi cosmicnya. Perjalanan kisahnya diceritakan sangat panjang dan melalui proses genealogis yang rumit. Rumitnya unsur genealogis ini ditujukan sebagai penanda pewarisan tanda-tanda kebesaran kerajaan-kerajaan Jawa sebelumnya kepada Senopati. Hal ini juga menunjukan kecenderungan penghormatan pada leluhur pada masa Babad ditulis.

Pararaton dan Babad memiliki karakteristik yang berbeda namun serupa dalam beberapa aspek. Adanya tradisi megalit, klasifikasi kelas sosial, hubungan politis dan religi, serta unsur-unsur kepercayaan yang kuat ditunjukan dalam ritual-ritual, memberitahu kita bahwa aspek-aspek itu pernah hidup dan saling mempengaruhi. Meskipun dalam perkembangan kisahnya, Babad dipengaruhi tradisi Islam, adanya tradisi megalit mengindikasikan bahwa penulis Babad ingin menghidupkan masa pra-Hindu yang pernah dicatat dalam Pararaton dari zaman Majapahit. Babad secara tidak langsung mengklaim sebagai simbol kekinian masa Mataram Islam dan merupakan kelanjutan dari Pararaton. Baik Pararaton dan Babad merekam realitas dan fakta di balik simbol-simbol, mengeksplanasikannya melalui kisah perjalanan raja-raja Jawa membangun sebuah alam magis dalam mentalitas masyarakat Jawa.

No comments

Powered by Blogger.