Header Ads

Ronit Ricci, Islam Translated. Literature, Conversion, and the Arabic Cosmopolis of South and Southeast Asia (Indira Ardanareswari)

NIM             : 13/356082/PSA/7641
Mata Kuliah : Historiografi
Pengampu    : Dr. Sri Margana


Review Chapter 3:
The Book of Samud: A Javanese Literary Tradition
Literatur tradisional Jawa mengenal adanya serat samud yang mengkisahkan seorang Yahudi yang kemudian memeluk Islam bernama Samud Ibnu Salam. Naskah ini berulang kali direproduksi menggunakan bahasa Jawa di beberapa wilayah kerajaan sejak akhir abad 17 sampai awal abad 20. Naskah Samud ini, menurut apa yang ditulis Ronit Ricci, merupakan hasil penyesuaian agama dan kultur Arab yang bersumber pada kisah Seribu Pertanyaan. Kisah Seribu Pertanyaan memiliki jalur penyebaran dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara dengan bermacam-macam versi terjemahan.
Di kisahkan Samud Ibnu Salam bertemu Nabi Muhammad kemudian melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang ajaran Islam. Serat Samud berulang kali disalin dan menjadi naskah ajaran agama Islam di pulau Jawa dan Sumatra. Salinan-salinan tersebut pada dasarnya merupakan terjemahan dan apabila kita melihat banyaknya versi terjemahan dalam bahasa lain, tentu menimbulkan pertanyaan sebenarnya bagaimana asal muasal konversi bahasa dari negara asalnya, Arab.
Naskah Samud, menurut temuan Ricci, tidak diterjemahkan perkata, namun lebih pada pemaknaan pertanyaan dan jawaban yang dituturkan ulang melalui bahasa lokal. Pemaknaan ini sifatnya kontinyu dalam tiap-tiap salinan naskah. Semakin jauh periode salinan dibuat dari periode naskah asli atau salinan awal dibuat, pemaknaannya akan semakin berbeda atau bahkan berkembang. Ricci menyebutnya sebagai garis keluarga dalam tradisi tekstual.
Perkembangan ini tidak lantas meninggalkan unsur Arab sebagai penutur induk. Serat Samud misalnya masih menggunakan huruf Arab untuk mengekspresikan makna yang tidak ada dalam huruf Jawa. Penggabungan ekpresi ini membuat teks salinan seolah dekat dengan teks aslinya ketika teks atau naskah tersebut dilantunkan di depan orang banyak dalam bentuk tembang atau syair, mengingat tradisi tulis golongan elite Keraton Jawa juga dibarengi oleh tradisi lisan para kawula.
Naskah Samud Leiden dinilai paling dekat dengan tradisi Seribu Pertanyaan dari Arab. Naskah ini ditulis sekitar awal tahun 1700an, yaitu sekitar masa Kesultanan Mataram. Samud Leiden ditulis bersamaan dengan penyalinan di pesisir utara pantai Jawa. Penyalinan naskah Samud Leiden ini kemungkinan diilhami oleh usaha menampah tradisi tulis yang berorientasi pada ajaran Islam. Ajaran ini dikemas menggunakan tradisi tulis Jawa yang kemudian akan diperdengarkan ke kawula melalui tradisi lisan.
Untuk melihat sejauh apa makna yang terkandung dalam Samud Leiden, tentu tidak lepas dari pengkisahan protagonis Samud Ibnu Salam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seputar keagamaan. Dalam Samud Leiden, setting kisah bertempat di Mekah. Samud hendak menantang Nabi Muhammad menjawab 1404 pertanyaan dari kitab Yahudi dan kalau pertanyaan itu berhasil dijawab, Samud berjanji akan masuk Islam.
Point lain yang menarik untuk disimak ialah adanya tradisi ramalan dalam Samud Leiden. Nabi Muhammad telah diramalkan dalam kitab Torah Yahudi, bahwa ia adalah Nabi terakhir begitu pula bagi orang Yahudi, oleh karenanya orang-orang Yahudi pun harus mengikuti ajaran Muhammad selayaknya umat Muhammad lainnya. Seperti halnya tradisi ramalan Jawa, ramalah Torah ini memposisikan Nabi ke dalam taraf yang tidak bisa digugat bahkan oleh Samud sekalipun. Tradisi ini sangat dekat dengan rakyat Jawa, sehingga nantinya akan memudahkan penyebaran disiplin Islam kepada orang Jawa.
Adanya beberapa versi naskah Samud mengindikasikan kecenderungan arah dominasi kekuasaan juga mempengaruhi dalam penulisan kisah Samud. Serat Samud versi Pakualaman dan Serat Suluk Samud Ibnu Salam ditulis dalam tahun yang hampir berdekatan dan keduanya memiliki kemiripan dengan teks-teks berbahasa Tamil dan Melayu, namun juga memasukan tradisi mitos jawa tradisional yang sangat kental. Dapat dikatakan Serat Sumud dan Serat Suluk Samud Ibnu Salam telah dipengaruhi Islam Kejawen.

Sebuah naskah yang disalin berubah mengikuti perkembangan alam pikiran masyarakat ketika salinan dibuat. Menyalin bukan sekedar menggandakan namun juga bermakna reproduksi yang disesuaikan. Naskah Sumud menyebar dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara, dalam perjalanan panjangnya, naskah ini perlahan berubah, bertambah menciptakan versi-versi. Versi tersebut salah satunya bertujuan menanam pemahaman dalam mentalitas masyarakat bahwa pusat dan asal ajaran Islam adalah dari Arab. Jadi, menyalin sebnarnya meminjam naskah untuk menciptakan naskah baru selayaknya produk mentalitas lokal.

No comments

Powered by Blogger.