Header Ads

Arah Pengembangan Metodologi Pribumi Sebuah tanggapan terhadap Eurosentrisme oleh Aan Budianto

13/353143/PSA/07515. Sebuah kenyataan besar dari apa yang telah dilakukan bangsa barat adalah bahwa pola dan cara berfikir barat ternyata telah ter-doktrin dalam di negara-negara non barat. Bidang ekonomi, sosial, politik, bahkan Ilmu pengetahuan pun yang seharusnya sifatnya adalah netral dalam kemajemukan, ternyata tersebar ke luar barat, terutama di negara-negara bekas kolonial barat. hal inilah yang belum disadari oleh kebanyakan orang.

Dunia penelitian pun tak luput dari pengaruh barat  terutama dalam hal metodologi, paradigma, teori-teori serta konsep-konsep yang digunakan dan di kembangkan. Ini menimbulkan keprihatinan sendiri bagi masyarakat non-Barat sebagai sebuah peradaban tetapi tidak mempunyai kemandirian ilmu pengetahuan. Sehingga tidak mengherankan bagi kaum dekonstuktif dalam kajian penelitian sejarah muncul istilah orang-orang tanpa sejarah, atau sejarah tanpa orang. Hal ini lah yang menjadi kajian utama Linda Tuhuwai Smith tentang arah perkembangan metodologi pribumi suku Maori, pribumi Selandia Baru di Bab X dalam mendekolonisasi metodologi.

Pada bab X dalam buku Dekolonisasi Metodologi Linda membuat sebuah pertanyaan besar bagaimana jadinya penelitian jika yang diteliti menjadi peneliti. Selama ini praktek-praktek penelitian selalu mengistimewakan cara berfikir barat dan menyangkal validitas-validitas pengetahuan lokal. Padahal jika kita lihat realitanya bahwa orang-orang barat dengan metodologinya bisa di ibaratkan sebagai peneliti yang memasuki dunia baru yang tidak mereka kenal. Mereka kurang paham bagaimana realitas yang ada sebenarnya dalam tradisi-tradisi lokal yang sedang berkembang. Dalam kasus Maori terlihat bagaimana orang-orang Maori mencoba untuk menempatkan serangkain ide dan isu yang berbeda-beda dinyatakan sama pentingnya dalam rubrik penelitian kaupapa Maori sehingga punya keunggulan dalam hal pendekatan bagi peneliti lokal untuk memahami dan mengkaji obyek penelitian lebih dalam. Peneliti Barat mencoba menyiasati ini dengan proyek emansipatoris dan menempatkan idealisme sebagai peluang masuk dan resep universal agar penelitian Barat sebagai sebuah metode bisa diterima. Akan tetapi ini belum bisa mengalahkan metodologi lokal sebagai obyek penelitian sekaligus peneliti.

Barat selama ini menunjukan superioritasnya dalam penelitian. Syed Faris Alatas menyebutnya sebagai kebergantungan akademis dari orang-orang non-Eropa terhadap metodologi Eropa. Bekas-bekas koloni jajahan atau pribumi seolah hanya merdeka dalam bentuk negara, tapi secara pola pikir belum merdeka. Barat masih di anggap sebagai kiblat ilmu pengetahuan sehingga segala aktivitas keilmuan harus merujuk pada barat. Sehingga tidak mengherankan muncul istilah imperialisme sebagai bentuk penjajahan yang lebih modern dengan memanfaatkan ketergantungan negera-negara dunia ketiga pada barat.  Oleh karena itu Kaupapa Maori sebagai penelitian lokal menggugat superioritas barat dengan suatu penempatan teoritis lokal yang merupakan modalitas dimana tujuan emansiparotis teori kritis dalam suatu konteks historis, politik dan sosial diterapkan. Metode lokal seperti Kaupapa Maori ini bagus sebagai sebuah bentuk perlawanan akademis Europasentrisme. Karena ilmu-ilmu sosial yang masih berkiblat dengan barat bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang hanya menguntungkan barat. contoh kasus yang diajukan oleh Syed Farid Alatas adalah bagaimana ilmu sosial digunakan untuk memetakan potensi konflik dan perang serta peran aksi pemerintah Amerika Serikat dalam mengendalikan dunia (1964). Militer Amerika serikat memberikan dana bagi American university di Washington D.C yang mencapai US$ 6 juta untuk mengembangkan sebuah proyek penelitian yang diberi nama CAMELOT yang bertujuan untuk menentukan kemungkinan pengembangan sebuah model sistem ilmu pengetahuan yang bisa digunakan untuk memprediksi dan memengaruhi secara politik segala aspek penting perubahan sosial yang pada negara-negara berkembang diseluruh dunia. Hal ini sangat jelas sekali terlihat bentuk dari “corak imperialisme” dalam kajian penelitian.

Untuk menggugat corak imperialisme baru dalam penelitian ilmu-ilmu sosial maka apa yang dilakukan oleh orang-orang Maori menjadi sebuah bentuk perjuangan penelitian agar negara-negara dunia ketiga mempunyai kemandirian lokal yang mempunyai derajat yang sama. Linda menyebutnya sebagai sebuah keadaan dimana peneliti bertemu Maori atau Maori bertemu penelitian dalam keadaan yang sama. Ini sebuah bentuk bentuk kongkrit perlawanan yang perlu dikembangkan oleh negara-negara berkembang sebagai alternatif penelitian yang bukan hanya melawan secara metodologi, akan tetapi secara partisipasi dan identitas sebagai seorang pribumi dalam men-dekolonisasi metodologi yang Eurosentrisme.

Mengapa semua itu harus dilakukan jelas hal ini disebabkan karena pendekatan kritis yang dilakukan oleh penelitian Barat senyatanya gagal dalam menggarap isu-isu komunitas lokal karena sifat dari penelitian Eurosentrisme yang sifatnya adalah politis yang hasilnya sangat-sangat orientalisme. Dan pengembangan pendekatan alternatif lokal dalam kasus Maori mencerminkan sebuah bentuk perlawanan terhadap teori Eurosentrisme dengan menawarkan sebuah metodologi lokal yang sama kualitasnya dengan metodologi yang ditawarkan oleh barat. Bahkan dalam bentuk-bentuk lain mempunyai kelebihan dibandingkan penelitian barat.

Sebagai sebuah penelitian lokal, isu-isu identitas dapat ditemukan dalam dimensi lain. Apa yang diungkapakan Linda sangat jelas bahwa untuk melakukan penelitian lokal seperti Kaupapa Maori, menjadi Maori adalah kriteria mendasar untuk melaksanakan penelitian Kaupapa Maori. Karena didalam Kaupapa Maori menyiratkan suatu cara membingkai dan menstruktur bagaimana orang-orang Maori memikirkan tentang ide dan praktek. Sehingga bisa disebut bahwa Kaupapa Maori adalah Konseptualisasi pengetahuan Maori. Cara ini bisa digunakan bagi negara-negara dunia ketiga untuk mengembangkan sebuah konstruksi penelitian yang mandiri bagi perkembangan pengetahuan lokal tentang metodologi penelitian.

Ketika bangsa pribumi menjadi peneliti, dan bukan hanya yang diteliti maka aktivitas penelitian mengalami transormasi. Partisipasi langsung yang diambil oleh peneliti pribumi mengarah pada kemandirian penelitian yang bisa lebih baik. Hal ini menawarkan alternatif baru bagi dunia penelitian sekaligus meruntuhkan dominasi penelitian barat yang Eurosentrisme sehingga kajian dalam sebuah penelitian akan beragam. Bagaimana Kaupapa Maori bekerja menjadi sebuah contoh bagaimana pribumi bisa mengembangkan potensi menjadi sebuah peneliti dan keterlibatan pemuda untuk bisa berekspresi dalam kajian keilmuan. Karena kajian ilmu pengetahuan dalam sebuah penelitian akan membuat orang-orang pribumi mampu menyejajarkan diri dengan peneliti asing serta mempunyai efek untuk mendewasakan moral negeri pribumi yang akhirnya menuju sebuah komunitas masyarakat yang edukatif. Tujuan akhirnya adalah bahwa negara-negara bekas koloni bisa memutus rantai imperialisme dalam kajian Ilmu sosial sehingga tidak selalu berkiblat dan merujuk dari barat dan menganggap barat seolah sebagai sumber utama. Bahkan tujuan yang lebih besar adalah dengan pengembangan metodologi yang berbasis lokal berkualitas yang membuat orang-orang barat menjadikan penelitian Pribumi sebagai rujukan dalam hal metodologi, bukan sebagai objek kajian. Secara sederhana tujuan minimal yang harus dicapai adalah kesetaraan dengan metodologi barat.



No comments

Powered by Blogger.