Header Ads

The Book of Samud (Islam Translated : Literature, Conversion, and the Arabic Cosmopolis of South and Southeast Asia) oleh Yudiyanto

                13/353715/PSA/7527 Tujuan Ronit Ricci dalam penulisan karangannya ini sebenarnya (yang sudah ia sendiri sampaikan pada bagian Introduction) adalah untuk mendalami proses persebaran mengenai sastra, penyerapan ide-ide agama serta pengolahan kembali mengenai karya-karya sastra dan pemikiran Islam yang bersumber dari Arab hingga sampai ke wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Pemikiran-pemikiran, ide yang tertuang dalam karya sastra tersebut mengalami perubahan dalam proses perjalanannya hingga sampai ke luar wilayah asalnya semula. Perubahan tersebut disebabkan karena kreatifitas serta kearifan lokal dari wilayah yang dilaluinya.
            Persebaran Islam biasanya melalui jalur perdagangan, pelayaran dan hubungan kaum sufi, namun dalam hal ini Ronit Ricci akan menunjukkan bahwa karya sastra juga turut berperan penting dalam hal tersebut. Dalam bukunya ini Ronit Ricci mencoba mengambil satu naskah dari dunia Arab yang berjudul Kitab Seribu Pertanyaan dimana naskah tersebut diadopsi atau digubah dalam bahasa bahasa Jawa, Melayu dan Tamil pada abad ke-16 hingga 20. Kitab itu sendiri menjelaskan mengenai perpindahan tokoh agama Yahudi menjadi Islam. Pemimpin agama Yahudi yang bernama Abdullah Ibnu Salam melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi Muhammad mengenai agama, sejarah, kepercayaan dan hal ghaib. Naskah atau kisah ini kemudian sampi ke berbagai wilayah, khususnya di Asia Selatan dan Tenggara dengan bahasa dan isi yang pada topiknya sama namun mengalami perubahan sesuai dengan kondisi masyarakat di tempat yang sedang mengadopsinya.
            Pada chapter ketiga, Ronit Ricci mencoba menunjukkan adanya karya sastra di Jawa khususnya yang mengadopsi dari Kitab Seribu Pertanyaan. Karya tersebut diadopsi dan dikenal dengan nama Serat Samud atau Suluk Samud. Naskah tersebut oleh Ronit Ricci ditemukan di Leiden dan berasal dari Surakarta. Dalam Serat Samuud terdapat beberapa penjelasan mengenai percakapan Nabi dan tokoh Yahudi Samud mengenai berbagai macam yang berkaitan dengan agama, bakan disitu juga dijelaskan gambaran manusia yang dimulai dari Nabi Adam tentang hukumannya untuk turun di bumi dan gambaran mengenai surga neraka. Kurang lebih terdapat 1404 pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi hingga akhirnya pertanyaan tersebut terjawab dan Samud berserta pengikutnya kemudian berpindah memluk agama Islam.
            Karya sastra lain yang juga mengadopsi dari Kitab Seribu Pertanyaan adalah Serat Suluk Samud Ibnu Salam yang terdapat di Museum Sonoudoyo Yogyakarta. Naskah ini sebenarnya versi lain dari Serat Samud yang terdapat di Leiden. Ronit Ricci mengemukakan bahwa kemungkinan ini juga berasal dari Surakarta. Perbedaan dengan yang berada di Leiden adalah bahwa dalam naskah ini nyaris tidak ditemukan deskripsi ataupun penjelasan. Isi didominasi dengan pertanyaan dan jawaban hingga pada akhirnya Samud masuk menjadi Islam. Menarik dari naskah ini menurut Ronit Ricci adalah mengenai perbedaan penomoran pada halaman naskah dengan naskah-naskah lain pada masa yang sama. Ini mengindikasikan bahwa naskah ini disusun pada saat sudah dimulainya era percetakan naskah baru dengan menggunakan kertas. Ada juga naskah seperti ini yang terdapat di Pura Paku Alaman. Pada naskah ini cenderung berbeda dari naskah lainnya yang sejenis. Disebutkan oleh Ronit Ricci bahwa dalam naskah ini cenderung menggambarkan hal-hal yang mistis.
            Naskah-naskah yang diadopsi dari Kitab Seribu Pertanyaan tersebut ternyata memiliki perbedaan dengan naskah induknya sendiri. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan latar belakang kehidupan masyarakat Jawa yang cenderung tidak melupakan unsur mistis dalam kehidupannya. Hal ini terbukti dengan adanya suluk, suatu karya sastra berbentuk seperti puisi yang biasanya menunjukkan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta dan tentu saja dalam hal ini terdapat wacana-wacana ghaib yang menyertainya. Ronit Ricci juga telah menyebutkan bahwa perubahan bentuk atau transformasi karya sastra tersebut juga berkaitan dengan suatu tujuan untuk mendukung doktrin-doktrin tertentu selaras dengan penulisnya. Selain perubahan-perubahan diatas, ternyata di Jawa juga ditemukan suatu naskah yang berada di Surakarta merupakan transformasi dari Suluk Samud, padahal Suluk Samud Ibnu Salam dan Serat Samud sebenarnya sudah merupakan gubahan dari Kitab Seribu Pertanyaan. Karya sastra tersebut bernama Suluk Ngabdulsalam.
            Ngabdulsalam merupakan sebutan dalam bahasa Jawa atau bisa juga disebut dengan Abdullah Ibnu Salam. Abdullah sendiri merupakan traansformasi dari tokoh Samud. Samud disini dalam pandangan Jawa sudah beragama Islam dan namanya berubah menjadi nama yang lebih islami. Naskah yang semula merupakan percakapan Samud dengan Nabi kini digubah menjadi percakapan Abdullah Ibnu Salam dengan muridnya yang sama-sama sudah memeluk Islam. Perbedaan itu menunjukkan bahwa sekarang Abdullah menjadi seorang guru yang memberikan wejangan-wejangan kepada muridnya dan disertai ciri khas budaya Jawa, yakni dengan disertai gamelan. Gamelan merupakan alat musik tradisional khas Jawa.
            Berbagai bentuk perubahan karya sastra yang telah diuraikan di atas, sebenarnya kita dapat memahami bahwa karya sastra merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan suatu masyarakat. Sebenarnya apa yang mendorong atau melandasi penulis naskah tersebut sehingga berubah sedemikian unik? Saya katakan unik karena masyarakat Jawa begitu kreatif dalam menggubah suatu sastra dari luar menjadi sastra yang seolah-olah miliknya sendiri dengan kisahnya juga berasal dari realita masyarakatnya sendiri, namun dengan alur cerita yang sebenarnya sama. Hal ini tentu kita tidak bisa melepaskan faktor lingkungan yang dialami penulis.
Masa-masa perkembangan kerajaan Islam khususnya Mataram tentu tidak terlepas dari agama Islam karena kerajaan tersebut bercorak Islam. Jika penulisan sastra tetap berisi hal yang sama dari Arab (Kitab Seribu Pertanyaan) maka tentu akan tidak menarik jika itu diterapkan di Jawa. Lagipula imajinasi para pujangga yang luar biasa tentu tidak akan menerima begitu saja sastra-sastra dari luar, tentulah mereka akan menggubah dengan jalan ceritanya sendiri. Selain itu dengan adanya transformasi tersebut akan memperkuat kedudukan Islam di wilayah itu sebagai agama kerajaan yang tidak dapat diganggu gugat. Kita tahu bahwa dalam karya sastra tersebut sebenarnya terkandung mengenai ajaran-ajaran Islam. Faktor lain lagi adalah disini ditekankan bahwa seorang murid yang menentang gurunya merupakan perbuatan yang tercela dan akan mendapat hukuman bagi yang berani melanggar. Ini merupakan suatu petunjuk atau peringatan bahwa tidak seorangpun diperbolehkan mengganggu kedudukan penguasa, dimana disini penguasa disimbolkan dengan guru yang sedang membimbing murid-muridnya.


No comments

Powered by Blogger.