Agenda Baru Bangsa Pribumi Oleh Idham Setiawan
Buku Dekolonisasi Metodologi karya Linda
Tuhiwai Smith berusaha merubah pandangan kita tentang sejarah yang ditulis oleh
bangsa barat. Pemikiran eropasentris atau orientalisme orang barat menulis
sejarah berdasarakan budayanya, budaya penjajah dalam melihatnya. Orang Eropa dianggap
sebagai superior, diagung-agugkan, karena telah menulis sejarah lebih awal dari
pada orang timur. Tetapi hal ini dibantahkan oleh Linda. Karena bagi Linda,
sejarah merupakan cermin sekaligus “mesin” pembentuk karakter sebuah bangsa.
Maka perlu wajah baru sejarah bangsa dari sejarawan pribumi dalam menulis
sejarah bangsanya sesuai dengan budaya atau persepsinya.
Sebagai contoh, Penelitian-penelitian
sejarah di Indonesia khususnya, menuliskan bangsa Indonesia sebagai bangsa
pribumi yang tidak mempunyai peranan penting. Bangsa pribumi dianggap sebagai
pemberontak, melawan pemerintahan yang berkuasa. Sebut saja Pangeran Diponegoro
dalam perang Jawa, seorang tokoh pribumi dianggap sebagai pemberontak. Kata
pemberontak yang dilontarkan oleh pemerintah kolonial saat itu rasanya kurang
tepat jika dipahami dari sisi yang lain. Toh masyarakat Jawa saat itu mendukung
tindakan Pangeran Diponegoro yang mereka anggap sebagai Ratu Adil dalam melawan
kolonialisasi.
Ketika
bangsa pribumi mulai kritis, sudah merdeka, merdeka dari kolonialisme, berusaha
merubah sejarah yang pernah ditulis oleh Belanda karena tidak sesuai dengan apa
yang sebenarnya terjadi. Penelitian-penelitian mulai dilakukan dengan cara yang
berbeda. Referensi-referensi dari Babad Diponegoro menjadi acuan dalam
menelusuri kebenaran sebuah peristiwa. dan berusaha menulis kembali sejarah
perang jawa dari persepsi orang pribumi. Entah itu tentang strategi Pangeran
Diponegoro dan kehidupan sosial politik dan ekonomi nya antara tahun 1825-1830.
Kesadaran
bangsa pribumi sebagai awal dari perjuangan melawan hegomoni belanda
ditunjukkan dengan cara membuat organisasi-organisasi politik atau gerakan
sosial. Karena ketika Indonesia sudah merdeka, belanda masih ingin menguasai
Indonesia kembali. Peristiwa itu kita kenal agresi militer Belanda satu dan dua.
Namun agresi milter Belanda itu bisa dipatahkan oleh tentara Indonesia dengan
dukungan masyarakat Indonesia.
Selain
itu, mulailah dibuat tulisan sejarah nasional Indonesia oleh Nasution. Sejarah
sekitar perang kemerdekaan Indonesia. tujuannya adalah agar bangsa Indonesia
paham tentang jejak perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda serta
menanamkan jiwa nasionalisme pada bangsa Indonesia.
Begitu
juga di Negara lain, di Australia, orang Aborigin, sebagai penduduk asli
Australia melawan hegemoni orang-orang inggris yang menetap di Australia. Dan
menuntut persamaan hak untuk di data dalam sensus dan hak atas tanah.
Protes-protes terhadap segala bentuk penjajahan juga terjadi di Norwegia oleh
orang-orang Sami, di Spanyol oleh orang Basque, serta daerah Filipina, India dan
asia lainnya.
Kekuatan
gerakan sosial oleh bangsa pribumi tidak bisa dikatakan enteng sebagai gerakan perlawanan, karena mereka telah membuat
komunitas-komunitas, memobilisasi kekuatan lokal, hingga ke lapisan akar
rumput. Gerakan perlawanan ini di turun-temurunkan dari satu generasi ke
generasi, sehingga terkadang antara pejuang satunya dengan pejuang lainnya ada
ikatan genealogis. Selain itu pendidikan juga menjadi penting sebagai
pengetahuan tentang adat istiadat nenek moyangnya, komunitasnya, tentang system
kepercayaannya dan tentang tanah, agar tidak terpengaruh oleh pendidikan
kolonialisme. Pendidikan ini diajarkan oleh para tetua adat.
Memobilisasi
masyarakat lokal tidak cukup untuk memperjuangkan hak bangsa pribumi. Michael
Dodson, seorang aborigin dan komisaris Terros
Strait Islander Social Justice, membuat jaringan internasional dengan
komunitas-komunitas pribumi lainnya untuk memperoleh dukungan.
Bagi
bangsa pribumi, hubungan-hubungan internasional dan gerakan perlawanan punya
sejarah yang berawal sebelum dan sesudah terjadinya kontak dengan barat. Di
bawah imperialisme Eropa, bangsa pribumi ditempatkan dalam formasi politik baru
yang merusak hubungan, aliansi strategis, rute perdagangan, dan cara
berkomunikasi dengan negeri pribumi lain, yang sebelumnya sudah ada. Peneguhan
kedaulatan barat atas bangsa pribumi secara efektif menggeser fokus hubungan
internasional pribumi pada hubungan penjajah atau terjajah. Sebagai contoh,
orang Maori di New Zealand menuntut ganti rugi kepada Ratu Inggris karena telah
merusak hubungan diplomatik dengan negara lain.
Bangsa
pribumi berhak menentukan nasibnya sendiri, tanpa ada campur tangan Negara
lain. Michael Dodson berkata “Dengan definisi rasional yang nama saja, bangsa
pribumi tidak bisa tidak merupakan sebuah bangsa. Kami dipersatukan oleh
teritorial bersama, budaya, tardisi, sejarah, bahasa, institusi maupun
keyakinan bersama. Kami sama-sama memiliki rasa kekeluargaan dan kesamaan
identitas, sebuah kesadaran sebagai bangsa tersendiri dan sebuah kemauan
politik untuk eksis sebagai bangsa tesendiri”. Sebuah ungkapan yang cukup
nasionalis dari seorang Michael Dodson untuk melawan hegemoni barat di
Australia demi terciptanya Agenda Baru
Bangsa Pribumi.
Agenda
Baru Bangsa Pribumi ini cukup menarik untuk menghapuskan image jelek seputar
bangsa pribumi atau merekonstruksi kembali sejarah bangsanya sendiri. Menulis
sejarah baru berdasarkan penelitian-penelitian bangsa pribumi. Prospek dan Masa Depan Diskursus Alternatif
di Asia menjadi pilihannya.
Dalam
membangun sejarah bangsa yang lebih bersifat asiasentris bagi bangsa yang
pernah terjajah sangatlah tidak gampang. Karena terkadang ada kebergantungan
akademis dilanggengkan melalui pelatihan dan kucuran dana riset dari amerika
dan eropa, prestise yang tinggi bagi karya yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah
inggris dan amerika, tingginya nilai pendidikan universitas barat, maupun
faktor lain. Kebergantungan ide-ide intelektual terjadi dalam konteks ini.
Sebagai contoh, mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa keluar negeri,
tentu dituntut (didikte) untuk menulis sejarah bangsanya berdasarkan pandangan
eropa atau amerika. Misalnya tentang peranan kolonialisme dalam perkembangan
ekonomi Hindia Belanda.
Oleh
sebab itu perlu ada sekelompok minoritas aktif ilmuwan sosial di setiap
universitas besar di asia yang peduli dengan beberapa masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya. Perlu ada pihak-pihak yang tertarik untuk meninjau-
ulang literatur diagnostik dan preskriptif masa lalu, dan memiliki perhatian
serta kemauan untuk menumbuhkan hal baru dalam konsep, kategori, metode, dan
teknik serta agenda riset. Hal ini bertujuan untuk meluruskan sejarah yang
sebelumnya sudah dibuat atau untuk menyempurnakannya. Bisa juga untuk menambah
pengetahuan serta wawasan baru tentang sejarah Indonesia yang didapat dari
penelitian di Belanda.
Sedangkan mahasiswa
Indonesia yang sudah mempunyai kesadaran bangsanya, akan memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk mencari referensi Belanda sebanyak mungkin untuk penelitian
sejarah Indonesia yang lebih Asiasentris. Misalnya tentang Sejarah Banten atau
sejarah Kerajaan Mataram. Merupakan alternatif baru dalam historiografi
Indonesia demi masa depan historiografi Indonesia agar tidak mengekor kepada
bangsa Eropa dalam hal interpretasinya.
Post a Comment