Imperialisme dan Dekolonisasi Pemikiran oleh Eka Ningtyas (13/352418/PSA/7493)
Seberapa besar pengaruh dari kolonisasi
dan kolonialisasi Barat pada negara-negara bekas jajahannya? Dari kedua buku
ini yaitu karya Linda Smith, Dekolonisasi
Metodologi dan Syed Farid Alatas, Diskursus
Alternatif dalam Ilmu Sosial Asia Tanggapan Terhadap Eurosentrisme, memberikan
pandangan betapa besar pengaruh dari Barat kepada bangsa yang terjajah jika
mengutip istilah dari Linda. Linda sebagai seorang yang dibesarkan dalam kondisi
politik sosial yang berbeda, dimana ayahnya bekerja sebagai petugas museum dan
menghantarkan Linda untuk akrab dengan benda-benda museum, yang membuatnya
bertanya “mengapa tulang-tulang dan artefak suku-suku asli dikelompokkan dan
diletakkan dalam lemari kaca?”. Pertanyaannya ketika kecil itu kemudian,
membawa Linda kepada sebuah kesadaran dimana sampai dalam hal ilmu
pengetahuanpun pengaruh Barat sangat besar.
Begitu
pula dengan Farid, yang mempertanyakan mengapa negera-negara Timur, jika
mengikuti dualisme Timur-Baratnya Edward Said, sangat sulit melepaskan diri
dari pengaruh-pengaruh Barat termasuk dalam teori dan metodologi. Menurut
Farid, para ilmuwan di Asia, memiliki kecenderungan hanya “sibuk” pada
urusan-urusan kewilayahannya saja, sehingga memberikan sumbangan yang minim
kepada perkembangan teori dan metodologi dalam ilmu-ilmu sosial. Farid, mengacu
pada teori captive mind yang
diperkenalkan oleh ayahnya, Syeh Hussein Alatas, sehingga membuat para ilmuwan
negara-negara di Asia didominasi oleh pemikiran Barat dengan cara meniru dan
bersikap tidak kritis. Peniruan tak kritis ini masuk ke semua tingkatan
aktivitas ilmiah, memengaruhi latar masalah, analisis, abstrak, generalisasi,
konseptualisasi, deskripsi, eksplanasi dan interpretasi.
Disini
Farid memberikan sebuah gambaran bagaimana teori-teori tandingan yang
diperkenalkan oleh para ilmuwan postcolonial seperti teori orientalisme,
eurosentrisme, captive mind, retorika
ilmu sosial, teori kebergantungan akademis, dan imperialism intelektual, merupakan
alternative-alternatif tandingan yang dibuat oleh para pemikir untuk menjawab
bagaimana Barat memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan pada bekas negara-negara koloninya. Seperti yang dikatakan Linda
mengenai dekolonisasi politik yang tidak diikuti dengan dekolonisasi
metodologi. Konstruksi yang kuat dari
ilmu pengetahuan Barat adalah sistem klasifikasi dan representasi yang membuat
konsep-konsep dualisme, oposisi biner maupu penataan dunia secara hierarkis.
Dalam
beberapa aspek, Linda terlihat cukup besar subyektifitasnya sebagai sejarawan
dengan menggunakan kata “menjijikan” pada kolonisasi. Namun hal itu
dijelaskannya dalam bab kedua buku Dekolonisasi
Metodologi dimana Linda mengakui ada perbedaan konseptual antara negara
terjajah dengan negara yang menjajah mengenai ilmu ilmu pengetahuan. Linda
mengatakan, bahwa dengan sistem klasifikasi dan representasi yang dibuat oleh
Barat, dianggap bisa membuat ide-ide, nilai-nilai, pandangan-pandangan manusia
dapat diwujudkan dalam bentuk dan formasi yang riil dari bangsa-bangsa
terjajah. Fase kolonisasi di dorong oleh kebutuhan ekonomi dan legitimasi
idiologi yang memiliki dampak bagi bangsa terjajah. Secara konseptual, Linda
mengatakan dalam bab keduanya, mengenai kecenderungan penelitian yang empiris
positivis dari peneliti Barat, yang cukup besar pengaruhnya pada cara pandang
Barat kepada negara koloninya, mengenai ide-ide dan tradisi dalam kebudayaan
negara terjajah. Dimana disini Barat kurang menghargai representasi dari realitas
sejarah yang dialami oleh negara terjajah yang perlu menggunakan interpretasi
dan hermenetika pemaknaan yang tidak sesuai dengan tradisi empiris positivis
dari arsip kultural Barat.
Barat
dengan kategorisasi dan representasinya dianggap Linda, mampu membuat
pandangan-pandangan yang dianggapnya cukup merendahkan negara-negara terjajah.
Linda mengatakan dalam konseptualisasi individu dan masyarakat, dalam tradisi
keilmuwan di Barat terjadi pergeseran perubahan ide-ide mengenai hubungan
manusia dan lingkungannya dari yang bersifat naturalistic menjadi humanistic
yang dimulai sejak masa Sakrotes, Plato dan Aritoteles, yang kemudian terus
berkembang hingga masa Descrates seorang filsuf Perancis yang kemudian
memisahkan disiplin yang mempelajari tubuh (fisiologi) dan pikiran (psikologi).
Dari psikologi ini kemudian mengenal kan pada konsep-konsep seperti pikiran,
intelek, ijwa, rasio, kebijaklan dan moralitas yang sejatinya tidak riil, namun
yang membuat ide-ide tersebut menjadi riil adalah sistem pengetahuan, formasi
kulturan dan relasi kekuasaan dimana konsep-konsep tersebut terletak. Ide-ide
membentuk realitas. Kemudian Linda juga menyebutkan bahwa realitas barat
dianggap sebagai wujud representasi sesuatu yang “lebih baik” karena tidak
terikat pada dogma dan sihir, sesuatu yang tidak empiris.
Ilmu
sosiologi pun mengembangkan dengan teori evolusi Darwin dimana manusia dapat
dilihat berdasarkan dengan ciri biologisnya untuk menentukan mana masyarakat
yang masih primitif dan mana yang sudah maju. Sosiologi generasi awal
mengarahkan focus pada sistem kepercayaan orang-orang primitive ini untuk
menunjukan bagaimana masyarakat primitif ini membangun building blocks sistem klasifikasi dan mode berfikir. Dari sistem
ini kemudian mampu melihat pola dimana kemudian diciptakan kategori-kategori
yang justru memperkokoh betapa tingginya kebudayaan Barat, karena melihat dari
kacamata kemapanan kebudayaan Barat yang mementingkan nilai-nilai riil
tersebut.
Yang
menjadi masalah kemudian menurut Linda adalah mengenai pandangan terhadap ruang
dan waktu yang dalam kasus Maori tidak memiliki klasifikasi yang jelas. Kata
Maori dalam konteks waktu dan ruang sama saja, ada posisi dimana antara ruang
dan waktu dimana orang dan peristiwa itu berada tapi tidak harus dideskripsikan
sebagai kategori-kategori pemikiran tersendiri. Tidak seperti ide-ide Barat
mengenai ruang dan waktu yang terkodekan dalam bahasa, filsafat dan ilmu
pengetahuan. Ilmu-ilmu yang mengkaji mengenai ruang kemudian muncul seperti
pemetaan dan geografi, pengukuran dan geometri, gerak dan fisika.
Ruang menurut konsepsi barat ini
mempengaruhi cara pandang Barat mengenai dunia di luar bumi (kosmologi), cara
memandang masyarakat (ruang public dan privat atau ruang kota dan desa). Ruang
bisa diukur dan ditentukan dengan baik. Begitu pula mengenai pandangan akan
waktu, yang lekat kaitannya dengan hal-hal yang prosesual yang mengakibatkan
perubahan, semua mampu di pola dan diklasifikasikan dengan baik melalui mata
imperialism menurut Linda. Betapa integralnya waktu dengan kehidupan sosial.
Sehingga
dalam bab kedua dari bukunya tersebut, Linda ingin memberikan sebuah penjelasan
mengenai konseptualisasi berupa kategorisasi dan representasi yang digunakan
oleh Barat dalam semangat penelitian empirisme positivisnya. Dimana nilai-nilai
Barat yang dipergunakan untuk mengukur seberapa maju atau seberapa primitif
kebudayaan masyarakat terjajah. Kecenderungan bias dalam tradisi negara
terjajah mengenai ruang dan waktu, yang kemudian membuat kolonialisme mampu
memetakan segala aspek kehidupan kita dalam arsip yang memunculkan teori
dependency atau teori ketergantungan yang diutarakan oleh Farid, untuk terus
mengikat dunia Timur pada Barat, atau negara koloni dengan koloninya. Kita akan
terus mereduksi sumber-sumber yang berasal dari Barat karena tidak adanya
kategorisasi dan representasi seperti dalam tradisi Barat. Pandangan ini yang
kemudian menghantarkan Farid dalam bukunya Diskursus
Alternatif untuk sebagai tandingan dari pola-pola yang sudah ada dalam
pemetaan ilmu pengetahuan.
Post a Comment