Header Ads

The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography oleh Idam Setiyawan 13/355704/PSA/7632

Tulisan The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography karya  Anthony H. Johns, adalah sebuah karya historiografi berdasarkan sumber Babat Tanah Jawi dan Pararaton dalam mengupas sejarah Indonesia. Karena saat itu, keterangan yang sezaman dengan masa Kerajaan Majapahit, Kerajaan Singosari, Kerajaan Mataram, adalah hanya sumber itu saja yang sekiranya dapat menjadi acuan, meskipun bisa dikatakan hanya sebuah mitos yang belum tentu terjadi atau ada, karena bekas Kerajaan Majapahit belum terungkap dengan jelas berdasarkan penelitian-penelitian arkeologi, namun kedua karya ini teteplah karya historiografi tradisional indonesia.
Tulisan Pararaton, bercerita tentang peranan Ken Arok dalam historiografi tradisional jawa. Berdasarkan sumber ini, maka dapat diketahui bahwa seorang raja harus membuat kisah atau cerita untuk melegitiminasikan kekuasaanya agar pantas menjadi raja menurut para pengikutnya, bahwa seseorang yang mampu memperistri Ken Dedes akan menjadi raja jawa. Dan hal itu dibuktikan oleh Ken Arok dengan membunuh Tunggal Ametung, penguasa kerajaan Tumapel, yang tidak lain adalah suami dari Ken Dedes dengan cara di tusuk menggunakan keris Empu Gandring. Cerita-cerita mitos sangat kental di dalamnya, namun sampai saat ini cerita tersebut tetap dipercayai oleh masyarakat sebagai sebuah realitas sosial dalam sebuah dinamika sebuah perkembangan kerajaan di jawa. Tidak terkecuali juga terjadi pada cerita-crita raja di kerajaan Sriwijaya, Kutai, Mataram, Majapahit dan lain-lain yang selalu mengaitkan dengan cerita mistis.
Menurut Johns, cerita dalam Pararatron, pencitraan Ken Arok diperoleh melalui cerita perjalanan hidupnya dari masa kecilnya yang menderita, masa remaja identik dengan kejahatan, namun pada masa dewasa mulai sadar dengan kesalahannya dan mulai bertobat. Sehingga Ken Arok bisa menjadi raja jawa dengan segala “kekurangan”nya yang disegani oleh rakyatnya. Sedangkan dalam Babad Tanah jawi, adalah cerita tentang asal usul orang pertama yang membabat alas tanah jawa yang kelak menjadi induk kerajaan-kerajaan di Jawa. Misalnya Raja Mataram mengidentikkan cerita awal mula nenek moyangnya berasal dari India, yang datang ke Jawa untuk menyampaikan kebaikan. Membawa masyarakat Jawa agar beradab di bawah struktur kerajaan mataram agar tertata dengan rapi. Bisa dikatakan bahwa Babad Tanah Jawi adalah hegemoni Kerajaan Mataram melalui karya sastra untuk melegitiminasikan kekuasaanya melalui tangan-tangan pujangganya. Tidak jauh berbeda dengan Pararaton.
Cerita Pararaton dan Babad Tanah Jawi memiliki periodisasi yang berbeda. Pararaton di awali pada zaman Kerajaan Singasari di Jawa Timur (1222-1292) dan Babad Tanah Jawi pada zaman Kerajaan Mataram di Jawa Tengah (1582-1749). Jika dilihat dari segi budaya yang terdapat di Pararaton, maka masih bersifat atau dipengaruhi oleh budaya Hindu Budha Sanserkerta. Sedangkan dalam Babad Tanah Jawi dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Islam.
Sebagai sumber historis, dapat dikatakan Babad Tanah Jawi menurut Johns, merupakan fakta yang jelas tentang runtuhnya Kerajaan Majapahit menuju ke Kerajaan Islam. Yaitu Kerajaan Demak. Hal ini karena jika dihubungkan dengan sumber-sumber sezaman dari Cina, maka akan memperoleh keterangan yang hampir sama dengan yang ada di Babad Tanah Jawi. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Slamet Mulyana dalam bukunya “Menuju Puncak Kemegahan” dan “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara”. Namun pemikiran yang seperti ini, masih dianggap tabu oleh orang-orang eropa atau barat lainnya karena masih mengsangsikan keabsahan sumber sejarahnya dari berita babad atau serat.

            Historiografi tradisional Jawa, memang seperti itu adanya, ditulis untuk melegitiminasikan kekuasaan rajanya dan sedikit mengulas tentang kehidupan masyarakat golongan menengah ke bawah yang sedikit banyak membantu raja Jawa dalam berkuasa di Jawa.

No comments

Powered by Blogger.