Header Ads

Review TEXTUAL EMPIRES oleh Eka Ningtyas (13/352418/PSA/7493)

Seorang sejarawan mutlak memiliki 6 aspek yang membingkai penelitiannya : value, moral judgment, norma kongkrit, teori dan metodologi, principle organization dan explanation. Mary Catherine Quilty dalam bukunya Textual Empire, ingin memberikan gambaran mengenai lima penulis Inggris : William Marsden History of Sumatra, Michael Symes Journal of an Embassy of the Kingdom of Ava, Thomas Stamford Raffles History of Java, John Crafurd History of the Indian Archipelago dan John Anderson Mission to the East Coast of Sumatra dalam kaitannya dengan penulisan sejarah melalui prespektif kolonialsentrisme sesuai dengan jiwa zaman pada waktu penulisan karya-karya mereka tersebut. Seperti Marsden, Crawfurd dan Raffles yang mengawali karyanya dengan penjelasan mengenai alam (botani dan geografi) untuk kemudian menjelaskan bagaimana manusianya dan seperti apa hasil kebudayaanya. Ini berkaitan dengan fenomena Enlightment dari ilmu sosial supaya memiliki teori, metode dan metodologi yang jelas sehingga bisa dianggap sebuah ilmu seperti ilmu alam.
            Dalam bab awal bukunya history of Sumatra, Marsden menjelaskan sejarah alam dengan menggambarkan pengamatan langsungnya di hutan semuatra, dan marsden mengklaim bahwa dia satu-satunya sejarawan yang membuat tulisan sejarah melalui observasi tidak seperti tulisan-tulisan sebelumnya yang pernah ada. Marsden menunjukkan praktek-praktek Barat dalam karyanya history of Sumatra dengan “mengklasifikasi” dan “generalisasi”, seperti ketika membuat klasifikasi rasa semut yang merubungi pot madunya. Namun fakta-fakta yang ditunjukkan dalam tulisannya masih kurang ilmiah karena Marsden seolah-olah hanya menuliskannya berdasarkan pengamatannya saja, seperti ketika dia menuliskan tinggi ombak surf dalam catatan kakinya dia menyatakan bahwa data yang didapat hanya berdasarkan pengelihatannya saja dan nampak value dari penjelasan mengenai surf ini karena Marsden masih menjelaskan mengenai surf seperti yang dilihatnya di Inggris pada masa kecilnya. Contoh generalisasi yang dilakukan Marsden adalah ketika menjelaskan mengenai keseragaman penggunaan bahasa di Sumatra untuk mencapai Metafora, Marsden juga membuat seolah-olah Sumatra dipandang dalam satu sudut pandang saja, sama ketika Marsden melakukan generalisasi dalam melakukan observasinya pada salah seorang kenalan di India untuk menjelaskan dlm konteks keseluruhan pulau, Marsden terlalu men-generalisasi-kan. Generalisasi ini juga dilakukan dalam pembuatan kartografi, Marsden, Raffles, Crawfurd, Syeems dan Anderson menggambarkan keragaman yang ada di Asia Tenggara sekaligus memperkecil keberagaman itu menjadi simbol-simbol dengan generalisasinya.
            Raffles dalam karyanya melakukan representasi berdasarnya unsur norma kongkrit dengan menyensor seluruh ilustrasi dalam karyanya dengan tidak membuat gambar laki-laki yang berkumis, karena kumis diasosiasikan seperti bandit dan Napoleon oleh masyarakat Inggris, raffles juga menyensor gambar-gambar mengenai pemandangan alam pun dilakukan Raffles dengan  tujuan agar pemerintah inggris meneruskan pemerintahannya di Jawa, tujuan penulisan sejarah yang politis sekali. Marsden melakukan hal yang tidak jauh berbeda dengan Raffles dalam mengurangi fakta-fakta yang disajikan dalam ilustrasinya, terlihat dalam bagaimana Marsden menggambarkan flora, fauna, artefak yang bagus-bagus saja sehingga marsden tidak menampilkan ilustrasi bangkai hewan, tengkorak manusia atau hal-hal yang sebenarnya terjadi, karena dianggap mengurangi keindahan ilustrasi yang akan dibangunnya mengenai Sumatra.
            Dalam aspek teori dan Metode, para penulis pemerintah koloni Inggris ini telah dengan sangat baik dalam kaitannya dengan “klasifikasi” dan “generalisasi” dengan data-data kuantitatif statistic, yang paling menonjol adalah raffles karena telah membuat data statistic mengenai hasil panen, peningkatan jumlah penduduk, kegiatan ekspor-impor dibawah pemerintahannyasebagai gubernur jendral, tidak seperti syems dan crawfurd yang hanya menyajikan data statistic penggunaan bahasa. Kelima penulis Inggris ini seolah-oleh telah melakukan analisa yang mendalam dan berbeda dengan apa yang telah dituliskan sebelumnya, hal ini tentu berkaitan dengan Enlightment yang sedang terjadi pada masa itu, dimana Ilmu Sosial sedang berusaha menunjukkan keilmuannya dengan teori dan metode sehingga bisa disebut Ilmu seperti ilmu alam. Tentu saja senjata utama yang digunakan oleh kelima penulis itu adalah dengan urutan seperti : nama dan lokasi pulau, letak geografis, geologi, botani, zoologi, pemanfaatan komersial hasil produksi utama, bahasa, demografis dan pemerintah, atau mulai dari sejarah alamnya, kemudian sejarah manusianya, lalu kemudian yang membentuk kebudayaan. Sehingga dalam metode untuk menganalisis data, yang dilakukan oleh Raffles tidak jauh berbeda dengan Marsden secara urut dan terstruktur.
            Marsden dalam History of Sumatra membuat urutan klasifikasi dari keadaan alam lalu manusianya, bahkan Marsden melakukan klasifikasi Manusia, hewan dan Tumbuhan. Sama seperti Marsden, Crawfurd dalam karyanya History of the Indian Archipelago melakukan penjelasan alam untuk menjelaskan sosial (manusianya), hal ini tentu saja dilatarbelakangi dari iklim pendidikan yang di peroleh Crawfurd di kedokteran Eidenburg dan juga pendidikan kedokteran pada saat itu sedang tenggelam dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial. Crawfurd menjabarkan bahwa tingkat “kebiadaban” manusia sangat ditentukan oleh kontur alam. Dalam History of the Indian Archipelago Crawfurd memberikan gambaran dari ujung barat Sumatra dengan longitudinal 116’ bujur timur sebagai daerah yang subur dan memiliki hasil alam berlimpah dan berkaitan erat dengan kondisi masyarakatnya yang berbudaya tinggi. Semakin ke timur, Crawfurd menggambarkan sebagai daerah yang kondisi alamnya tidak sebaik di Sumatra, seperti Filipina dengan gambaran yang semakin menurun. Dalam hal ini terlihat bagaimana Filipina dimasukkan dalam kartografi wilayah koloni Inggris, sangat nampak value atau misi utama dari penulisan History of Indian Archipelago milik Crawfurd bersifat politis sekali.
            Dalam norma Kongkrit yang membatasi sejarawan ditunjukan oleh Marsden ketika menuliskan mengenai kanibalisme masyarakat Batak, namun hal ini tidak ditiru oleh Anderson. Anderson dengan sangat vulgar menuliskan bagaimana dia membuat setara pembunuhan, makanan dan anak-anak menjadi satu kalimat. Tentu saja hal ini berkaitan dengan Anderson yang dipengaruhi oleh pengaruh sastra gothik. Anderson juga lebih menekankan pada metode pengamatan langsung dengan tidak memasukkan unsur alam dalam tulisannya, hal ini berkaitan dengan pembagian ilmu botani, linguistic dan geografi sebagai bidang ilmu yang berbeda tidak sepertu pendahulunya Marsden, Raffles, Symes dan Crawfurd, sehingga justru menurut Mary Catherine Quiilty menghasilkan deskripsi janggal mengenai hutan Sumatra.

            

No comments

Powered by Blogger.