Header Ads

The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography oleh Dieka W. Mardheni (13/356134/PSA/7645)

Anthony H. Johns. Penulisan mengenai babad maupun serat epertinya memiliki ciri khas yang sesuai dengan jiwa jaman dan kebutuhan ada masa itu. Tulisan Anthony H. John mengenai organisasi struktural dan mitos dalam historiografi Jawa menjelaskan secara lebih dalam mengenai pararaton dan babad. Tulisan yang digunakan guna melegitimasi diri guna mencapai sebuah tujuan tertentu baik itu untuk melegalkan seseorang untuk menjadi raja atau untuk memberikan kesan bahwa orang tertentu itu hebat menurut kisah yang diceritakan tulisan sejarah tersebut. Cerita cerita ada menghubungkan antara hal yang fisik dengan non fisik sehingga seolah-olah cerita yang dibuat itu kurang manusiawi dan tak masuk akal. Inilah yang menyebabkan ilmuwan barat mengesampingkan sumber sumber seperti ini.
Tetapi Johns berbeda menanggapinya, bermula dari penilaian beberapa sejarawan Barat yang menilai cerita cerita dalam babad atau tulisan sejarah masa itu adalah sesuatu yang tidak berguna (worthless fairy stories), khususnya pada awal penulisan. Hal inilah yang menyebabkan para peneliti terdahulu susah membedakan antara yang fakta dan fiksi. Namun itulah hasil historiografi yang ada dan sesuai dengan jiwa jamannya. Bahkan hal seperti ini pun masih berlangsung sampai sekarang hanya menggunakan pandekatan yang agak berbeda. John dalam tulisannya membahas lebih mengenai kitab Pararaton dan Babad Tanah Jawi beserta analisis yang ada didalamnya. Dia mengatakan bahwa bagian bagian yang dipelajari dari historiografis yang tercipta pada masa tersebut harus diteliti dan dipelajari berdasarkan jiwa dan utnuk apa serat atau babad itu diciptakan. Jadi kita bisa mengetahui apa saja yang terkandung didalamnya dan memepelajarinya sebagai sebuah karya sejarah yang diciptakan untuk kebutuhan tertentu. Karena tulisan tulisan yag dibuat masa itu sulit dicerna kalau diteliti menggunakan metodologi formal yang ada, kita ditak akan mendapatkan apa-apa karenapesan yang disampaikan dalam serat maupun babad disampaikan secara tersirat.
Cerita mengenai perjalanan hidup Ken Angrok dalam Pararaton adalah contoh penyatuan fiksi dan ilmiah yang digunakan penulis guna membuat orang yang diceritakan terlihat hebat dan mempunyai sifat keilahian dan penyatuan antara Tuhan dengan umatnya. Johns juga menjelaskan memang cerita awal dari Pararaton memang sangat sulit menganggap itu sebagai fakta. Karena pada pendahuluan diceritakan bagaimana pemenuhan diri ken ANgrok semagai mikrocosmos untuk menyatu dalam makrocosmos sehingga cerita yang ada digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tetapi selain pendahuluan Pararaton juga memiliki nilai historis yang cukup tinggi yang datanya juga didukung oleh prasasti dan sumber dari Cina.
Johns melihat bahwa dalam konsepsi Jawa, dia memahami dari hakikat dan fungsi kerajaan. Menurut budaya Jawa, adalah fungsi dari seorang raja untuk menghubungkan masa sekarang, masa lalu dan masa depan dan menempatkannya dalam tatanan kosmik. Lebih dari itu cerita dalam pendahuluan itu memberikan pengertina bahwa raja juga harus memiliki sifat keilahian yang lebih tinggi dari orang biasa  dan harus melalui proses-proses kehidupan yang bisa menjadikan bahwa raja itu memiliki derajat yang lebih tinggi dari rakyat biasa. Hal ini terlihat dalam cerita mengenai Ken Angrok dalam cerita mengenai inkarnasinya setelah berkoban demi jiwa manusia. Hingga perjalanana hidupnya yang berhubungan dengan berbagai kelas sosial dimana itu juga menjadi bagian dari pemenuhan mikrokosmos dari seorang Ken Angrok dan juga cerita mengenai Senopati yang tertidur diatas baru yang rata dan terbangun karena adanya bintang jatuh yang menjadikannya menjadi seorang raja yang memimpin jawa dan hubungannya dengan Nyi Roro Kidul (ratu laut Selatan) dengan hubungan ini juga senopati ikut menguasai para roh alam bawah di Jawa .
Tulisan Johns ini mampu menjadikan historiografi tradisional Jawa yang dianggap tidak mampu membedakan antara fiksi dan fakta, menjadi sebuah sumber sejarah yang memberikan informasi baru, yaitu menceritakan sejarah yang tidak tertulis atau tersirat saja. Dalam kisah ini historiografi Jawa yang memuat realitas, dalam bungkus fiksi. Hal yang dianggap sebagai fiksi jaman sekang bisa saja dulunya itu dianggap sebagai fakta karena tulusan sejarah itu sesuai dengan jiwa jaman. Hal ini sama saja ketika kita melihat tulisan bangsa yunani ataupun bangsa lain yang menghubungkan para dewa yang berkuasa dengan para pahlawan yang dianggap sebagai separuh manusia separuh dewa (demigod). Sehingga bisa saja tulisan sejatrah yang terkandung dalam pendahuluan babad maupun serat sebanding denga tulisan dari yunani atau dari dataran eropa lainnya.


No comments

Powered by Blogger.