Header Ads

THE DYNAMICS OF GLOBAL DOMINANCE: EUROPEAN OVERSEAS EMPIRES, 1415-1980


David B. Abernethy
Chapter I
-Ceuta, Bojador, and Beyond: Europeans on the Move.
-Why Did the Overseas Empires Rise, Persist, and Fall?


Disusun oleh:
Eka Yudha W
(NIM. 13/356047/PSA/ 07638)
Prodi S2 Ilmu Sejarah

David B. Abernethy, melalui bukunya The Dynamics of Global Dominance: European Overseas Empires, 1415-1980 mencoba menguraikan model dominasi global Eropa. Review ini terdiri dari chapter I yang di dalamnya terdapat dua sub bab pokok. Pertama adalah Ceuta, Bojador, and Beyond: Europeans on the Move dan yang kedua Why Did the Overseas Empires Rise, Persist, and Fall. Abernethy berpendapat bahwa pertemuan awal orang pribumi dengan orang Eropa didasarkan pada kesalahpahaman dari apa yang pendatang inginkan. Elit politik pribumi sering meminta Eropa untuk bersekutu dengan mereka melawan tetangga yang menjadi saingan. Seorang elit pribumi lebih memilih untuk meminta dukungan Eropa untuk memenangkan perselisihannya. Mereka tidak tahu Eropa mau membantunya dikarenakan ada kepentingan di dalamnya. Masing-masing pihak berusaha untuk saling memanipulasi yang lain untuk tujuannya masing-masing.
Eropa sering diperlakukan dengan ramah sebagai pengunjung. Pada kenyataannya mereka telah tinggal permanen dalam pikiran masyarakat lokal. Biasanya ketika tanah masyarakat lokal dipertukarkan dengan orang Eropa, masyarakat menafsirkannya sebagai transaksi yang berlaku untuk sementara, pinjaman yang memenuhi syarat dengan hati-hati dari hak pakai, sedangkan orang Eropa melihatnya sebagai transfer permanen, tidak memenuhi syarat, dan penuh hak kepemilikan.

            Ketika masyarakat adat menyadari bahwa mereka telah salah menafsirkan apa yang terjadi, mereka telah terlambat untuk mengambil kembali tanah mereka. Pada awalnya masyarakat adat pada waktu masih mempunyai kekuatan mereka tidak melawan dominasi karena mereka tidak merasa bahwa pendatang baru tersebut menjadi ancaman serius. Ketika pengaruh orang luar yang saat itu sudah berakar kuat, masyarakat adat mengalami kesulitan untuk mengusirnya. Kekuatan adat lemah di hadapan Eropa yang sudah mengakar kuat di tanah mereka. Undangan untuk campur tangan dalam urusan masyarakat memungkinkan Eropa untuk menanamkan pengaruh dan kekuasaan mereka sebesar-besarnya dengan biaya yang sedikit. Penguasa Eropa merasa adanya ketidakamanan terhadap negara tetangga yang bisa mengancam keberadaannya, maka perlu adanya kekuatan global. Persaingan politis seperti ini dapat diasumsikan bahwa mereka yakin dengan membentuk sebuah koloni dapat memperkuat legitimasi.

            Koloni merupakan suatu wilayah luar pada sebuah kerajaan. Ia memiliki nama, batas-batas tertentu, dan pusat administrasi kota. Otoritas pembuatan kebijakan dilaksanakan oleh orang resmi ditunjuk oleh penguasa metropolitan untuk memegang kekuasaan atas nama mereka. Kerajaan Eropa juga melakukan imperialisme di wilayah koloni mereka. Orang Eropa menganggap bahwa imperialisme adalah proses membangun sebuah kerajaan. Sebuah kerajaan tumbuh dengan mengorbankan yang lain. Imperialisme Eropa ditandai dengan kemampuannya dalam melemahkan kekuatan dan legitimasi sistem politik yang berkembang di wilayah koloninya. Imperialisme Eropa merupakan proyeksi luar dari kekuatan negara. Hasil utamanya adalah difusi global cita-cita dan lembaga-lembaga negara. karena salah satu Konsekuensi dari dampak global Eropa adalah pengalihan jutaan manusia dari satu benua ke benua koloni di benua lain.
            Ekspedisi portugis dalam menaklukan Ceuta merupakan awal mula dari titik balik dimulainya sejarah imperialisme Eropa modern. Para penguasa Eropa sekaligus negara penjajah terdiri dari delapan negara yaitu Portugal, Spanyol, Perancis, Inggris, Belanda, Belgia, Jerman, dan Italia. Mereka mengklaim wilayah yang luas dan hak berdaulat untuk semua negara non-Eropa. Lebih dari ratusan juta manusia ditundukkan oleh delapan negara tersebut. Apa yang terjadi dalam perjalanan ekspansi Eropa memiliki dampak yang mendalam pada sejarah modern semua benua di dunia ini. Para penguasa negara-negara Eropa yang menempati kurang dari dua persen dari wilayah dunia membentuk tatanan dunia modern yang mendominasi koloni luar negeri.

            Abernethy berpendapat bahwa indikator dari dampak global kolonialisme adalah nama-nama Eropa diberikan pada wilayah yang mereka klaim. Daftar ini menjadi panjang dalam apa yang secara konvensional disebut Dunia Baru. Menurutnya kolonialisme sendiri merupakan himpunan kebijakan formal, praktik kebiasaan, dan ideologi yang digunakan oleh metropolis untuk mempertahankan kontrol dari sebuah koloni dan memperoleh manfaat dari kontrol. Kolonialisme adalah konsolidasi kerajaan, upaya untuk memperluas dan memperdalam klaim pemerintahan yang dibuat pada periode sebelumnya.

            Setiap koloni harus mengkhususkan diri dalam komoditas tertentu berdasarkan keunggulan ekonomi komparatif. Wilayah A mungkin dihargai karena memiliki mineral atau produk pertanian tropis yang tidak tersedia di Eropa. Kecenderungan metropole (subordinansi antara pemerintahan) dan koloni untuk mengkhususkan diri dalam kegiatan yang berbeda namun saling melengkapi, dan tekanan terhadap masyarakat terjajah untuk menghasilkan komoditas yang ditujukan untuk ekspor. Persebaran letak geografis koloni dibuat untuk keragaman yang sangat besar. Masyarakat berkumpul di bawah satu otoritas politik. Setiap kerajaan Eropa adalah sebuah arena untuk interaksi lintas teritorial, ras, bahasa, dan agama.

            Menurut Abernethy salah satu ciri khas dari kerajaan Eropa adalah upaya terus-menerus dari Eropa untuk merusak dan membentuk kembali cara produksi, lembaga sosial, pola-pola budaya, dan sistem nilai masyarakat adat. Agenda transformasi ini, yang dalam banyak kasus terbukti sangat sukses, adalah proyeksi luar dari hiruk-pikuk perubahan di dalam cara hidup orang Eropa selama setengah milenium melalui dominasi global mereka. Orang Eropa sangat kejam kepada orang lain dalam rangka menundukkan mereka. Misi peradaban di wilayah jajahan dilakukan demi memajukan koloni. Abernethy dalam bukunya menguraikan bahwa hubungan antara masyarakat Eropa dan non-Eropa selama lima abad terakhir ditandai dengan pola dan fase tertentu. Dalam hal ini, terdapat lima antara lain; (1) 1415-1773 expansion, (2) 1775-1824 contraction, (3) 1824-1912 expansion, (4) 1914-1939 unstable equilibrium, (5) 1940-1980 contraction.
           
Sumber review:
David B. Abernethy. 2002. The Dynamics of Global Dominance: European Overseas Empires, 1415-1980. London: Yale University Press.





No comments

Powered by Blogger.