Header Ads

WESTERN EUROPE AND THE WORLD

Nama   : M. Ma'arif Rakhmatullah

NIM  : 13/353765/PSA/7531

Mata Kuliah : Historiografi

Saya akan melakukan review part I "Western Europe and The World" dari buku  berjudul "The Dynamic of Global Dominance:European Overseas Empires". Buku tersebut ditulis oleh David Abernethy (selanjutnya akan saya sebut sebagai penulis) yang diterbitkan oleh Universitas Yale pada 2002. Part I dari buku ini terdiri dari dua chapter yaitu pertama, Ceuta, Bojador and Beyond: European on the Move. Sedangkan kedua, why did the Overseas Emipres Rise, Persist and Fall. Empat puluh dua itulah jumlah halaman part I sekaligus menjadikan review kali ini tergolong cukup banyak halamannya dibanding sebelumnya (kecuali tugas review Seminar Sejarah I). Jumlah halaman tersebut tampaknya berbanding lurus dengan tema review kali ini mengenai sejarah global. Ya, sejarah yang mengglobal maksudnya adalah peristiwa sejarah yang memiliki pengaruh besar terhadap periode peradaban manusia di dunia.

Penulis disini melihat pentingnya bagi kita untuk mempelajari imperialisme Eropa yang mengakibatkan terbentuknya negara koloni dimana jumlah serta luas wilayahnya cukup fantastis. Imperialisme tersebut juga merupakan bentuk diaspora kebudayaan sehingga menghasilkan kebudayaan global. Contoh kecilnya adalah penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Jelas ini tidak terlepas dari besarnya wilayah koloni Inggris di dunia dan menggunakan bahasa tersebut sebagai sehari-hari disamping bahasa lokal. Bahkan setelah merdekapun bekas koloni-koloni tersebut masih tergabung dalam negara persemakmuran Inggris (Commonwealth).

Ekspansi Eropa dimulai sekitar abad XV hingga abad XX ketika bangsa terjajah mulai memproklamirkan kemerdekaan. Perjalanan yang panjang tersebut meninggalkan jejak mendalam bagi perjalanan sejarah dihampir seluruh negara di dunia. Terlebih  bagi mereka yang memerdekakan diri dari penjajahan bangsa barat, tentu perjuangan serta interakasi keduanya sudah pasti akan tertulis dalam buku sejarah nasional sebuah negara. Portugis yang menjadi wakil Eropa, pada ekspansi pertamanya berhasil menguasai kota kecil di Afrika Utara yaitu Ceuta. Mendengar nama tersebut bisa jadi terasa asing di telinga kita dan mungkin ini menjadi pengalaman pertama. Tetapi disini saya tidak akan menulis panjang lebar mengenai kota tersebut, karena memang hanya menjadikannya sebagai jembatan sebelum masuk ke dalam inti pembahasan.

 Saya melihat penguasaan Ceuta sebagai fase awal sekaligus memiliki pengaruh penting dalam ekspansi bangsa Eropa selanjutya. Tetapi pertanyaanya adalah mengapa mereka melakukan ekspansi tersebut? apa dengan tujuan mencari rempah-rempah semata atau akibat persaingan antar negara di Eropa sendiri yang kemudian timbul pemikiran untuk mendirikan koloni-koloni baru di luar negera mereka. Penulis dalam hal ini memberikan penjelasan bahwa ekspansi tersebut salah satunya didorong dari keadaan di Eropa sendiri. Mereka terdiri dari beberapa negara kecil dimana tingkat perang antara wilayah cukup tinggi. Keadaan demikian yang mendorong mereka untuk mendirikan koloni di luar negeri. Dengan pertimbangan ke depannya bisa digunakan untuk tempat berpindah atau penyuplai kebutuhan mereka.

Eropa selama ini selalu mewacanakan sebagai bangsa yang pertama kali melakukan pelayaran jauh dari tempat tinggalnya. Saya mengamini apabila mereka melakukan hal tersebut, tetapi mengenai siapa yang pertama kali saya agaknya meragukan hal tersebut. Penulis disini juga menyampaikan sebelum Eropa melakukan pelayaran mengarungi samudera dan singgah di berbagai belahan dunia, hal serupa juga pernah dilakukan oleh bangsa-bangsa timur seperti ekspedisi muhibah Cheng Ho. Sedangkan saya ingin mencontohkan pelaut-pelaut nusantara yang cukup jauh jaraknya dengan bangsa Eropa telah berlayar sampai Madagaskar di Afrika. Ini menunjukan hubungan antara penduduk Nusantara dengan Afrika telah terjalin sejak ratusan tahun yang lalu. Contoh tersebut baru satu dari sekian banyak lainnya. Tetapi yang lebih penting untuk dicatat disini adalah bangsa timur juga mencatatkan dirinya dalam peradaban sejarah global. Realitas tersebut perlu ditekankan untuk melawan wacana bahwa Eropa hanya satu-satunya bangsa yang dapat melakukan pelayaran berkeliling dunia. Permasalahanya dalam konteks sekarang adalah penulisan mengenai pelayaran atau diaspora kebudayaan bangsa timur ke berbagai belahan dunia masih sedikit dibandingkan mengenai bangsa barat. Saya tidak tahu apakah "kemiskinan" penulisan tersebut semata-mata karena kurangnya sumber atau sedikit sekali jejak sejarah diaspora bangsa timur yang ditinggalkan atau memang kita yang terlalu "nyaman" menerima begitu saja apa yang selalu diwacanakan bangsa barat terhadap timur.

Ekspansi bangsa Eropa dalam meluaskan wilayahnya sebenarnya bukan tanpa masalah. Mereka mendapati keadaan bumi yang luas dan otomotis perlu banyak biaya besar apabila ingin menguasai semuanya. Disisi lain mereka secara tidak langsung masuk ke dalam sebuah arena persaingan diantara negara-negara Eropa lainnya yang memiliki kesamaan "berprofesi" sebagai kolonisator. Kenyataan tersebut kemudian memberikan kesadaran pada masing-masing negara untuk menyusun strategi terutama menentukan wilayah mana saja yang memiliki potensi besar untuk dijadikan koloni serta sebagai pertahanan militer dan penyumbang ekonomi. Pertahanan militer erat kaitannya dengan kepentingan kolonisator tersebut untuk mempertahankan diri apabila diserang oleh kolonisator lain yang mencoba merebutnya. Sedangkan dari sisi ekonomi berhubungan dengan sumber daya terutama kandungan alam yang berguna untuk mendukung pembangunan negara mereka di Eropa.

Dalam interaksi antara pribumi dengan pihak kolonial tentu akan menimbulkan saling tukar menukar kebudayaan masing-masing. Penulis disini juga menyampaikan bahwa meskipun sama-sama berstatus sebagai bangsa jajahan, tampaknya ada perbedaan dalam tingkatan interaksi antara mereka dengan pihak kolonial. Interaksi ini sebenarnya lebih terkait dengan sikap kolonial yang berbeda dalam memandang jajahan. Kita bisa memberikan contoh sebuah komparasi antara gaya penjajahan yang dilakukan oleh Inggris dengan Belanda, tentu keduanya memiliki perbedaan. Bahkan jika dilihat konteksnya masa sekarang bagaimana kecenderungan negara bekas koloni Inggris lebih maju dibandingkan dengan Belanda. Jika berbicara mengenai hal ini nantinya bisa jadi akan mengarah pada pertanyaan  apakah sikap atau cara pandangan kolonisator dalam memperlakukan koloni memberikan pengaruh terhadap negara baru tersebut selanjutnya? atau justru kebalikanya bahwa hal tersebut tergantung bagaimana bangsa koloni berpikir maju mengembangkan peradabanya. ini justru menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan, sebab indikator kemajuan sebuah negara tentu tidak hanya didasarkan pada keduanya. Tetapi sedikit atau banyak dalam urusan peradaban global kedua faktor tersebut layak untuk dipertimbangkan.

Menurut penulis buku ini imperialisme Eropa pada praktiknya terlebih dahulu melemahakan posisi penguasa pribumi lokal melalui serangkaian stratgei politik dan ekonomi. Dalam hal ini Eropa ingin melakukan perubahan terhadap berbagai sistem dan kebudayaan masyarakat pribumi kemudian diganti dengan standart kebudayaan mereka, yaitu apa yang disebut sebagai modernisasi. Kegiatan modernisasi tidak hanya pada bidang teknologi tetapi juga sistem pemerintahan dan sosial masyarakat. Bahkan tak jarang mereka menggunakan tanah jajahan sebagi laboratorium uji coba tanaman atau hewan baru yang mereka datangkan dari kawasan lain yang berbeda benua. Sehingga pada intinya mereka menginginkan pribumi mencontoh kebuadayaan Eropa. Tetapi ini juga memunculkan pertanyan mengenai konsep modern dan tradisional yang digunakan mereka dalam melihat timur. Konsep ini jelas cukup membingungkan dan menimbulkan perbedaan pendapat. Maka dalam hemat saya hal ini sebenaranya lebih tergantung konteks penggunaanya.

Setelah mendapatkan kemerdekaan maka bermunculan negara-negara baru. Tetapi itu tidak secara otomatis pengaruh barat hilang sepenuhnya. Jika boleh menghubungkannya dengan konteks sekarang, imperialisme tersebut dilakukan bukan lagi dalam bentuk militer tetapi lebih pada produk kebudayaan serta barang-barang kebutuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia dalam segala lapisan. Berbicara mengenai imperialisme bangsa barat rasanya perlu sikap bijak dalam memahaminya. Bahwa tidak adil juga apabila kita hanya menyebut hal negatif yang telah dilakukan tanpa memunculkan segi positifnya bagi pribumi, semisal transfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta tumbuhnya rasa nasionalisme pada bangsa jajahan.

Hampir di sebagian besar negara baru setelah terjadi program nasionalisasi lembaga pemerintahan maupun pabrik milik kolonial. Secara praktik program tersebut telah dilaksanakan, tetapi menurut saya secara sistem birokrasi masih menggunakan atau mewarisi kolonial. Sehingga sangat wajar reformasi birokrasi begitu penting untuk dilakukan dewasa ini. Warisan kolonial juga terdapat dalam penggunaan nama sebuah wilayah, misalnya menyebut Pulau Kalimantan dalam skala global digunakan nama Borneo. Bahkan dalam konteks sekarang penggunaan nama Borneo justru lebih diperkenalkan ke publik seperti dalam baju yang bertulsikan "I love Borneo". Saya juga memberikan contoh lainya pada penggunaan nama Magelhaens pada sebuah selat di kawasan Amerika Selatan. Dimana selat tersebut pernah dilewati bangsa Spanyol yang dipimpin Magelhaens dalam pelayarannya menuju bangsa penghasil rempah.

Saya melihat pada chapter I penulis lebih banyak memberikan penjelasan deskriptif mengenai kegemilangan ekspansi Eropa serta hasil yang didapatkan. Sedangkan pada chapter II penulis ingin memberikan analisisnya atas pertanyaan yang bisa jadi muncul dari siapapun yang telah membaca chapter I, semisal mengapa Eropa bisa superior dalam sejarah global? atau bagaimana kondisi negera-negara Eropa sehingga menciptakan semangat ekspansi yang besar. Tetapi sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penulis disini mendeskripsikan beberapa konsep yang menurut saya penting untuk dipahami. Saya pikir ini menjadi salah satu keunggulan dia dalam memudahkan pembaca menikmati suguhan yang dia tulis dalam buku tersebut. Dia mendefinisikan konsep yang sering akan kita temui dalam bukunya ataupun dalam mengkaji tema sejarah global seperti Imperialisme, Kolonialisme, koloni dan dekolonisasi. Penjelasanya pada bab pertama jelas memiliki tujuan untuk memudahkan pembacanya, sebab dalam bab selanjutnya konsep tersebut akan sering muncul dalam tulisannya. Konsep-konsep tersebut saya pikir menjadi hal yang wajib untuk dipahami sebelum kita menggunakanya dalam sebuah tulisan sehingga mengerti maknanya.

Meskipun penulis mendefiniskan konsep yang berkaitan dengan politik, tetapi saya setuju dengan harapannya bahwa nantinya kita dapat menulis sejarah global diluar tema politik. Sejarah dalam lingkup global menyimpan banyak tema untuk digali terutama dari segi kebudayaan, teknologi, ekonomi dan lainnya. Mungkin dalam hubunganya dengan kebudayaa sebagai sejarawan kita bisa meminjam konsep dalam antropologi semisal difusi, asimilasi dan akulturasi dalam menjelaskan sejarah dalam lingkup global.

Pada halaman yang pertama saya sempat menuliskan perjalanan panjang sejak abad XV-XX, hal ini kemudian memberikan pertanyaan peristiwa penting apa yang selama kurun lima abad tersebut. Dalam chapter II penulis memberikan analisisnya bahwa setidaknya terdapat lima fase atau periodisasi dari ekspansi bangsa Eropa. Masing-masing memiliki peristiwa penting dan menggambarkan dinamika hubungan antara koloni dengan kolonisator. Setelah menganalisis mengenai praktik ekspansinya, penulis kemudian bergeser untuk menganalisis kekuatan Eropa.

Saya melihat ada tiga komponen utama yaitu lembaga pemerintah, swasta dan agama. Pemerintah diwakili dalam hal anagkatan militer dan segala bentuk pegawai pemerintahan. Sedangkkan swasta diwakili oleh mereka yang memiliki kepentingan bisnis teurtama perdagangan internasional serta menanamkan modalnya untuk mengeksploitasi sumber daya tanah kolonial. Sedangkan agama erat kaitannya dengan para missionaris yang datang untuk menyebarkan Kristen. Dimana ketiganya memiliki kerja sama yang cukup padu sebab tanpa sikap yang cooperatif diantara ketiganya tentu akan sulit menguasai negeri yang baru mereka duduki.

Penulis disini juga menggambarkan bagaimana hubungan awal pribumi dengan bangsa Eropa. Dimana kolonisasi digambarkannya sebagai akibat sikap kurang waspadanya pribumi terhadap strategi politik dan ekonomi Eropa. Sikap yang ramah terhadap pendatang baru justru dimanfaatkan kolonisator untuk mengepakkan sayapnya dengan tujuan mengambil alih kepemimpinan dari bangsa pribumi. Penguasaan atas koloni membuat bangsa Eropa memerlukan pembentukan pemerintahan untuk mengubah sistem lokal berganti menjadi sistem bangsa mereka. Sehinga mereka perlu mengirimkan orang-orangnya dari Eropa untuk menjadi pegawai di negeri jajahan. Tentu saja pada perkembanganya tidak seterusnya dari Eropa, sebab pemerintah kolonial tentu berikir bahwa pribumi juga harus diberdayakan. Para pribumi yang berasal dari golongan kelas atas biasanya yang memperoleh kesempatan tersebut. Hal itu memang tidak bisa dilepaskan dari kesempatan mereka dalam memperoleh pendidikan. Kaum bumiputera sebagaimana kita sering menyebutnya di Indonesia, mereka yang kemudian menjadi salah satu aktor utama dalam menciptakan nasionalisme bagi bangsa jajahan dan memperjuangkan bangsa mereka untuk memperoleh kemerdekaan.

Sebelum mengakhiri tulisan, saya melihat bahwa sejarah global mendorong terjadinya berbagai macam kebudayaan baru dan juga meninggalkan keberadaan orang-orang Indo. Memang saya disini berupa melihatanya dalam konteks waktu akhir masa penjajahan bangsa Eropa dan diawal kemerdekaan bagi rakyat pribumi. Menurut saya bagi bangsa Indo konteks waktu tersebut menimbulkan posisi yang dilematis. Mereka bukan sepenuhnya keturunan penduduk pribumi tetapi sebagian besar dilahirkan dari ibu yang merupakan penduduk pribumi. Saya kira menarik untuk bisa mengkaji dinamika kehiduan kaum Indo tersebut tidak hanya di Indonesia saja tetapi di berbagai negara yang memiliki masyarakat seperti itu dan nantinya bisa diperbandingkan antara satu negara dengan negara lain.

 

Daftar Pustaka

Abernethy,D.2002.The Dynamic of Global Dominance:European Overseas Empires". Yale University

Mrazek, R.2006.Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia

Cote, J.&Weesterbeek,L (Ed).2004. Recalling The Indies:Kebudayaan kolonial dan Identitas Poskolonial.Yogyakarta:Syarikat Indonesia

No comments

Powered by Blogger.