Guiltless Spoliations Part Introduction
Oleh: Dian Purba
Mary Catherine Quilty memeriksa lima
“penjelajah ilmu” dan juga “penakluk” dari Britania. Kelima penulis itu
sama-sama menjelajahi daerah-daerah pantai Asia Tenggara pada akhir abad ke-18
hingga permulaan abad ke-19. Pembatasan kepada lima penulis ini, menurut Mary,akan
menyoroti struktur dan
asumsi yang
terdapat pada masing-masing karya mereka.
Karya-karya mereka adalah hasil dari penjelejahan tersebut. Mary memperlakukan karya-kary
tersebut bukan sebagai saluran informasi
netral tentang masa lalu
di Asia Tenggara, tetapi sebagai interpretasi masa lalu itu sendiri yang
dimediasi oleh konteks di mana mereka ditulis. Mary menyebut
pembacaannya untuk karya kelima penulis itu sebagai “pembacaan lambat”.
Pembacaan lambat ini mensyaratkan pengikutan jejak seseorang dengan lebih
perlahan, lebih mendalam, memperhatikan peristiwa sebelum dan sesudah lebih
hati-hati, dengan keraguan, dengan membiarkan pintu terbuka, dan juga dengan kehalusan
mata dan jari.
Mary
Catherine Quilty melacak latar belakang kelima penulis tersebut: William
Marsden, Michael Symes, Thomas Stamford Raffles, John Crawfurd, dan John
Anderson. Kelima penulis itu membuat laporan yang ditulis menjadi seperti
ensiklopedia tentang Asia Tenggara. Bahkan untuk waktu yang sangat lama,
laporan mereka dianggap sebagai sumber sejarah utama tentang Asia Tenggara.
Juga selain dianggap sebagai satu genre sastra. Karya mereka itu, dalam konteks
sekarang, disebut sebagai antropologi, sejarah, linguistic, geografi, botani,
dan biologi. Mary menulis tentang hubungan yang terjalin di antara mereka,
perbedaan pendapat, rasa saling kagum, perbedaan status dalam kepegawaian
kolonial, dan juga latar keilmuan mereka.
Thomas Stamford Raffles begitu kagum dengan
William Marsden, penulis The History of
Sumatra. Salah satu bentuk kekaguman itu terwujud dalam diri anak Raffles
yang diberinya nama persis seperti tokoh idolanya itu: Marsden. Ketika buku
Marsden terbit, Raffles memujinya dengan anggun, “Marsden telah melemparkan
cahaya ke atas Pulau Sumatra dengan The
History of Sumatra, sehingga semua tampak terang di pulau yang sangat
penting itu.” Sementara itu, Marsden juga banyak membantu Raffles. Marsden
menyumbang banyak untuk karya besar Raffles The
History of Java.
Sementara itu, Crawfurd yang memiliki
perbedaan pandangan dengan Marsden tak cukup kuat untuk tidak memberikan pujian
kepada karya Marsden. Dia mengatakan, “Marsden menggambarkan kesusastraan,
sejarah, dan adat istiadat di Sumatra secara rinci, akurat, terampil, dan
orisinil. Karyanya akan punya kekuatan dan dan akan terus diperhitungkan dalam
menjelaskan Sumatra.” Pujian ini tentu saja tidak menghilangkan perdebatan
sengit di antara mereka. Marsden dan Crawfurd berdebat sengit tentang asal
muasal bahasa-bahasa di Asia Tenggara.
Crawfurd yang mendapat pelatihan kedokteran di Edinburg berpendapat bahwa
“percakapan sastra” dipengaruhi oleh iklim dan pola makan penduduk.
Pandangannya inilah kemudian yang membedakan Crawfurd dengan dua sahabatnya,
Raffles dan Marsden. Perbedaan itu tergambar pada karyanya History of the Indian Archipelago.
Bagaimana hubungan Raffles dengan Crawfurd?
Crawfurd mengenal Raffles secara pribadi. Dia pernah menjadi bawahan Raffles di
Yogyakarta. Crawfurd juga membantu Raffles untuk menyediakan bahan untuk
penulisan The History of Java. Namun
ini bukan berarti hubungan mereka berjalan mulus. Di Edinburg Review Crawfurd mengkritik keras karya sahabatnya
tersebut. Pujian Crawfurd atas keberhasilan Raffles membongkar monopoli
perdagangan Belanda di Jawa tidak menghalanginya melancarkan kritik tentang
kekurangsuksesan Raffles perihal “the
more difficult task of reconstruction.” Bahkan Crawfurd menyebut Raffles
sebagai “kemungkinan dia bukanlah pemikir asli”. Namun, Mary mencatat
antara Marsden, Crawfurd, dan Raffles terjalin hubungan yang erat.
Sementara itu,
Michael Symes merasa terkucil dari perkembangan sastra di Britania. Symes
bekerja di kemiliteran Indian. Dia menghabiskan waktunya di tempat di mana
gudang ilmu tentang Eropa tidak tersedia. Sementara itu John Anderson hanyalah
sebagai pegawai administrasi rendahan di Penang. Symes dan Anderson mendasarkan
karya mereka pada informasi singkat yang mereka kumpulkan di setiap perjalanan.
Mereka menulis tentang misi politik perdagangan. Mereka bekerja untuk
pemerintah Britania sehingga mereka berkewajiban untuk mengamankan persekutuan
dagang dan juga untuk mengantisipasi Belanda dan Perancis. Mereka berdua juga
diberi tugas untuk mengumpulkan semua informasi secukupnya tentang
produk-produk dagang untuk setiap negara yang mereka kunjungi.
Bagi Mary,
karya Symes dan Anderson dibutuhkan untuk membuat pandangan komprehensif
penulis orientalis Britania tentang Asia Tenggara. Mereka berdua juga orang
Britania yang menjelajahi Asia Tenggara di akhir abat ke-18 hingga awal abad
ke-19. Tulisan perjalanan mereka terpengaruh oleh tulisan Marsden, Raffles, dan
juga Crawfurd. Mereka merujuk karya ketiga penulis itu. Menurut Mary, kelima
karya penulis itu menjadi pencerah bagi mentalitas kolonial Britania. Bab-bab
yang terdapat dalam buku Mary ini menjelaskan lebih lanjut tentang “pembacaan
lambat” tersebut.
Post a Comment